NONA NANA EPISODE 1 - FORMAT MASA DEPAN

Kisah ini menceritakan seorang wanita karier yang mendapat julukan 'Nona Nana' dari teman-temannya.  Dia  gambaran seorang gadis dari desa yang yang berpendidikan tinggi dan berkarir mapan di kota. Inilah kisah lika-liku seorang wanita karier lengkap dengan segala tantangan dan ujian yang dialaminya.             


   Nona Nana, seorang wanita karier yang mulai menanjak kariernya. Nona yang satu ini begitu cerdas, lincah, and hyperaktif sejak bayi he...he...(dapat bocoran dari Ibuknya). Postur tubuh yang tinggi langsing dan hitam manis mendukung setiap langkahnya.  Keceriaan, kebaikan hati, ketulusan Si Nona membuat Ibuknya di kampung kangen melulu.
    Tak terasa sudah dua tahun Pradna Paramita alias Nona Nana merantau di Surabaya. Wah, rekor terlama nih. Sebelumnya keluar masuk kerja melulu. Baru 3 bulan keluar, bahkan rekor terpendek baru 2 hari sudah mundur.Ini tempat kerja ke 3 dan ternyata dia mendapatkan impiannya di situ. Seiring berlalunya waktu, kariernya perlahan-lahan bersinar cerah. Dia bekerja pada salah satu perusahaan ternama di negeri ini. Hem...bangganya yang punya puteri seperti dia. Cerdas, modern tapi tetap tahu adat – maklum wanita Jawa gitu lhohhh..
    Azan Subuh bergema merdu membahana  menyambut fajar. Nona Nana terbangun dari peraduannya.  Segera dia berwudhu untuk menunaikan Sholat Subuh.  Walaupun jauh dari orang tua dia tetap taat menjalankan sholat lima waktu. Semakin dewasa semakin taat ibadahnya. Setelah sholat, dihidupkannya radio untuk memecah kesunyian pagi itu dan terdengar alunan musik klasik yang siap membawanya tidur kembali he...he...Itulah salah satu kebiasaannya pas hari libur-tidur sepuasnya...Eh, kata ortu ga bagus lho buat cewek.  Bagi Nona Nana sih..cuekkk ajaaa....ga tiap hari katanya. Yah...seperti kebiasaan anak kos lainnya. Tapi, hari ini dia tidak dapat memejamkan matanya kembali. Pikirannya mengembara ke masa silam, masa kecilnya, SMU, kuliah dan almarhum Ayah tercinta. Terbayang wajah Almarhum Ayah yang selalu rapi, Ibu yang pekerja keras dan semua suka dukanya dimasa lalu. Semuanya itu membuat dirinya harus melakukan sesuatu....


    Sudah saatnya untuk memikirkan masa depan lebih serius lagi. Menata hidup lebih baik dari sekarang. Pertama harus memperbanyak uang tabungan, ngurangi traveling, cari duit lebih banyak,  beli rumah dan menikah....Hemm...Nona Nana tersenyum-senyum sendiri . Gimana bisa aku ngurangi traveling, sayangkan nyia-nyiakan kesempatan itu. Apalagi bolo-bolonya dikantor dan diluar kantor ngedukung hobinya yang satu itu. Otaknya terus berpikir untuk memformat masa depan...Tiba-tiba suara handphone membuyarkan angannya. “Assalamualaikum...Mbak Ma.” jawabnya dengan malas.” Waalaikumsalam...Hei hari ini ada rencana kemana?” teriak Mbak Ma dengan nada ceria.”Ga ada Mbak, paling bentar lagi jalan-jalan ke GOR sambil cuci mata...Mo, ajak aku kemana nih.””Jalan ke Malang yok! “ Apa..Malang...ngigau yaa...bangun tidur ngajak ke Ngalam!””Iya, abis aku tadi mimpi jalan-jalan ke Ngalam and ketemu si kera Ngalam yang sinam (arek Malang yang manis) itu.” Gerutunya sambil menirukan logat Malang yang dibalik-balik itu. “Pikirkan, 15 menit lagi tak telepon ya!” Nona Nana terbengong-bengong dengan tingkah sahabatnya, bisa buyar rencana hari ini mo format masa depan.
     Mbak Ma memang sehobi dengan dia, berhubung Mbak Ma berasal dari Makasar jadi maklumlah kalau mo joka-joka di Jawa sepuas-puasnya. Mumpung masih single....Ujung-ujungnya sahabat-sahabatnya yang dibuat repot sekaligus seneng. Gimana ga repot, wong ngajaknya sering ndadak. Tapi gimana ga seneng coba, kalau bisa piknik gratis mobil n bensin he..he...Lumayan duitnya bisa buat beli sovenir.  Kakaknya kadang juga rada-rada sebel. Bukan kenapa-kenapa, duit buat joka-joka itu lhoh kadang-kadang nodong Kakak n Mak di kampung. Untung aja kok punya ortu kaya raya. Pikir banyak pikir Nona Nana mengiyakan wae ajakan Mbak Ma, bukannya nyeting masa depan bisa dijalankan sambil menikmati sejuknya udara di Ngalam. Mumpung masih muda, single, punya duit sendiri..Nah ini nih yang bisa buat takabur. Alhamdulillah...Nona Nana bukan tipe seperti itu, masih seimbanglah antara dunia dan akhirat. Wong sholat tertib, ke  pengajian juga rajin. Ga salah kok kalau refreshing.
     Sekitar pukul 9 pagi, rombongan berangkat ke Malang. Dalam mobil ada Vic, Ron Ron dan juga Adri. Grup yang solid di kantor maupun dimana saja berada. Perjalanan terasa tidak nyaman ketika sampai di dekat lokasi lumpur Lapindo. Mobil berjalan perlahan-lahan karena diberlakukan buka tutup. Pemandangan lumpur itu membuat hati Nona Nana tersentuh. Betapa beruntungnya dia, masih bisa tidur nyenyak di atas kasur empuk meskipun tinggal dikos-kosan yang sederhana. Bandingkan dengan orang-orang yang rumahnya tenggelam oleh lumpur. Harta bendanya habis dan masa depannya hancur. Dalam hati dia berkata - Ya Allah, hamba bersyukur pada segala yang Engkau anugerahkan kepada hamba.  Saat itu sekali lagi dia bertekad harus menata kehidupannya kembali ke arah yang lebih positif.
     Sejak tadi Ron Ron memandangi wajah manis Nona Nana.  Tangannya menepuk bahu Adri yang duduk di jok paling depan. “Ada apa Ron?” ucap Adri sambil menoleh ke belakang.  Tangan Ron Ron memberi isyarat Adri untuk melihat ke Nona Nana yang kelihatan serius tanpa senyum. “Nih, anak kenapa ya?” gumam Adri. Kemudian dia menoleh ke Mbak Ma yang duduk di sebelah kanan Nona Nana.  Eh...malah molor. Memang suasana hari ini ga seperti biasanya. Biasanya sih penuh canda tawa yang dipelopori duo Ma n Na. Sekarang, yang satu molor yang satu berpikir pa nglamun -- ga jelas! Mereka ga berani mengganggunya kalau sudah begini. Masing-masing sudah pada tahu sifat dan kebiasaan para sahabatnya.  Perjalanan jadi membosankan.  Tinggal trio cowok yang ngobrol ngalor ngidul.
    Kuliah S2! Kata-kata itu menyelinap tanpa permisi di benak Si Nona.  Nah! Nona Nana mulai menemukan arah mana yang harus dimulainya. Berarti dia harus mengkalkulasi kembali jumlah tabungannya. Kemudian melakukan pengurangan pos belanja baju, kosmetik, dan traveling. “Vic, berhenti beli klepon dulu donk!” perintah Nona Nana mengagetkan seluruh penumpang. “Hehh...ada apa, dah sampe ya.” Mbak Ma terbangun dari tidurnya sambil mengusap-ngusap matanya. “Na, ada apa denganmu? Sejak tadi diam, melamun pa mikir ?” pertanyaan Adri membuat Nona Nana terhenyak.  “Iya Na, aku jadi molor...lihat kamu berkerut kening melulu.” Bantah Mbak Ma ga mau kalah.  Nona Nana senyum-senyum menyadari apa yang terjadi. “Ga pa pa kok, Cuma ingat Ibu di kampung. Sudah satu bulan aku ga pulang.”  Tak lama kemudian Vic berhenti di depan sebuah toko kecil yang menjual klepon. Nona Nana dan teman-teman membeli beberapa bungkus sebelum melanjutkan perjalanan ke Malang.
     “Dah, sampe nih...mo kemana dulu Mbak Ma!” Vic berteriak mengingatkan Mbak Ma yang ngoceh tak habis-habisnya.  Mbak Ma melihat jam menunjukkan pukul 12 siang lebih sedikit. “Kita ke Masjid Besar dulu, sholat Dhuhur  ya... trus makan siang, sekalian putar-putar kota.”Vic membelokkan mobilnya ke arah Masjid Besar. Kali ini dia yang menjadi guide buat Mbak Ma. Yang lain sudah pada tahu-sering ke Malang.  Sepanjang perjalanan mereka melewati komplek perumahan baru yang indah dengan design minimalis dan juga ruko. Nah, rancangan masa depan berikutnya ketemu nih. Beli rumah! Eh...apa ga nikah dulu baru beli rumah. Begitu pikir Nona Nana.
     Setelah sholat dan makan siang mereka meneruskan perjalanan ke Batu. “Hayoo siapa yang mo nostalgia di kampus yok....,” gurau Vic pas lewat sebuah kampus megah dan asri.  “Na, Ron turun ga?” katanya mo nostalgia.”Ga Vic, tapi kalau Ron Ron mau ya ga pa pa,” ujar Nona Nana dengan mimik agak sedih. “ Putar-putar sebentar wae Vic!” Ron ron seneng banget jumpa almamaternya. Teringat masa-masa baru jadi orang kota he..he..”Wah, kampusmu ok banget Na,” Mbak Ma terkesima melihat suasana kampus yang begitu asri – ga kayak kampusnya di Makasar dulu. Terdengar serunya suara Ron Ron bercerita tentang masa-masa pas jadi anak kuliahan dulu. Nona Nana kurang begitu suka dengan acara yang satu ini. Hanya mengingatkannya pada seseorang yang pernah menyakiti hatinya tapi sekaligus pernah menjadi orang yang disayanginya.
     “Berhenti Vic!” Adri menyuruh Vic memarkir mobil di parkiran fakultas Ekonomi, dia mo buang air kecil. Ron Ron mengikuti Adri mencari kamar kecil. Mereka nanya-nanya dulu karena suasana bener-bener sudah berubah.  Akhirnya ketemu juga tapi harap bersabar karena ngantri. Nona Nana, Vic dan Mbak Ma turun dari mobil dan duduk di dekat pohon rindang sambil mencuci mata. Wow...anak kuliah jaman sekarang keren-keren.  Rambut pada direbonding kayak bintang TV Taiwan ,celana pensil dan seabrek mode yang aneh-aneh. Vic seneng banget dan tak segan-segan tebar pesona. “Ingat anak istri di rumah, Pak..” gurau Mbak Ma cekikikan. “Kamu ini mo matiin pasaranku apa, wong ijek single kok dibilang dobel, dasar pesek!” gerutu Vic, sambil membersihkan kaca mata hitamnya. Nona Nana menjerit ketika tangan Mbak Ma mencubitnya. Mbak Ma berbisik-bisik di telinga Nona Nana. Dia memberi tahu kalau sejak tadi ada cowok yang memandang ke arah mereka. Kemudian mata kedua  gadis itu mengerling ke arah cowok yang berdiri disebelah mobil hitam yang sedang ngobrol dengan seseorang. Cowok itu memang mirip Widi, tetangganya di Malang dulu. Mo manggil takut keliru. Tak disangka, cowok itu menghampiri mereka. “Maaf Mbak, saya mau tanya.” “Ada apa Mas?” balas Mbak Ma. “ Apa Anda Pradna Paramita?” tanya cowok itu dengan hati-hati kepada Nona Nana. “Ehm, kamu Mas Widi kan?” Nona Nana balik bertanya.”Tuh kan bener...sejak tadi aku pandangi kamu tapi ragu-ragu, kamu apa bukan.” Widi gembira sekali begitu cewek yang di hadapannya bener-bener Pradna, cewek yang pernah ditaksirnya dulu. Pradna tampak beda sekali dengan dulu. Sekarang yang jelas tambah dewasa,cantik dan modern. Sejenak mereka bercengkrama bertukar kabar masing-masing, tak lupa telepon dan alamat sekarang.  Tak lama kemudian Adri dan Ron-Ron   datang. Nona Nanapun berpamitan kepada Widi untuk meneruskan perjalanan ke Batu.
     “Na, cakep jugas Mas Widi.” Komentar Mbak Ma.  Nona Nanapun bercerita tentang siapa dulu Mas Widi yang sekarang jadi Dosen di sana. “Huhh.....mending kamu sama dia Na, daripada dengan pacarmu yang sekarang.” Adri ikutan berkomentar. Nona Nana tak menanggapi gurauan Adri.  Dalam hatinya berkata-rancangan masa depan berikutnya adalah mendapatkan kepastian hubungan mereka dari Mas Elka.  Wah...ntar sampe rumah tak kasih prioritas mana yang mesti dilaksanakan duluan. Ternyata banyak banget rencana-rencana menuju masa depan yang bahagia.
     Sesampai di Jatim Park Batu, mereka bergembira ria menikmati wahana-wahana yang ada. Melupakan sejenak pekerjaan dan  masalah-masalah kehidupan yang ada.  Ketok asline nek wis ngene. Setelah puas berwisata mereka berkumpul kembali di parkiran.  Pukul 5 sore mereka beranjak meninggalkan kota batu. Tak lupa membeli oleh-oleh khasnya apel Batu, sari apel dan lain-lain untuk orang-orang tercinta di rumah.
    Malam itu Nona Nana ga bisa tidur padahal  badan capek banget.  Perjalanan ke Malang hari ini membuat kesan tersendiri. Pemandangan di sepanjang  jalan bisa membuka pikian Nona Nana untuk merancang masa depannya ke arah yang lebih bagus sesuai harapan Ibunya.  Diambilnya kertas dan pensil, mulailah dia menentukan mana yang lebih dulu menjadi prioritas hidupnya.   

No comments:

Post a Comment