Kupandangi foto Vano yang tersenyum manis
dengan wajah sinis. Baju kebesaran wisuda menambah gagah pria tampan itu.
Ehem...seperti apa tampangnya sekarang? Sejak hari wisuda itu aku belum pernah
lagi berjumpa langsung dengannya. Maklum, setelah wisuda aku ada acara keluarga
dan dia keburu berangkat ke Belanda melanjutkan S2. Hanya foto-foto yang selalu
ia kirim kepadaku. Dasar sombong, diajak video call tidak pernah mau. Alasannya
sih, supaya aku penasaran terus sama dia. Anak itu memang pinter banget membuat
orang penasaran. Senyumnya yang dihiasi gigi gingsul membuat aku selalu kangen
ingin bertemu. Tiba-tiba kurasakan getaran aneh didadaku. Apa artinya ini?
Setahun yang lalu Vano sempat pulang
kampung, sayangnya aku tidak bisa bertemu dengannya. Saat itu aku baru saja
diterima kerja dan harus mengikuti training selama 2 minggu di Bandung. Masih
tertanam di benakku bagaimana aku harus berpacu dengan kemacetan karena ingin bertemu
dan mengantarnya ke bandara. Aku terjebak macet dan saat tiba di bandara
pesawatnya sudah terbang meninggalkan aku dalam kekecewaan. Usahaku sia-sia padahal
begitu acara training ditutup aku langsung ngacir ke Bandara Soekarno Hatta. Oh
Vano, kapan aku akan melihat gingsulmu.
Hatiku bertambah gundah saat aku mendapat
SMS darinya yang berbunyi,’’Nona Centil, kamu sombong banget sih!”
“Kejebak macet, Mr. Gingsul!” Balasku
singkat.
Itulah aku dan Vano. Kami bersahabat
sejak kuliah semester 2. Ia menjulukiku Nona Centil dan aku memanggilnya Mr.
Gingsul. Anehnya selama bersahabat kami
tidak pernah memiliki pacar. Teman-teman
mengira kita pasangan kekasih. Ketika mereka menggoda kami, kami selalu
membantahnya.
Aku
selalu bilang, “Idih...emang tidak ada cowok lain apa?”
Vano selalu membalas,”Rosa, siapa yang mau
pacaran sama cewek centil dan bawel kayak kamu!”
Kami hanya bercanda, pastinya. Aku juga
heran kenapa ya aku merasa bergantung banget sama dia. Untung saja belum sampai
ketergantungan. Tiap ada masalah aku selalu lari ke Vano. Bahkan waktu aku
sakit perut tengah malampun dia yang kutelpon. Harusnya tidak telepon juga
tidak kenapa-kenapa kan? Lagian di kos-kosan banyak teman-teman. Herannya, Mr.
Gingsul langsung datang hanya untuk memastikan keadaanku sambil membawa wedang
jahe panas kesukaanku plus martabak telur. Aku juga selalu membandingkan cowok
lain yang mendekatiku dengannya. Hasilnya, sampai sekarang aku masih menjomblo.
Sampai malu kalau ditanya teman-teman dan
keluarga.
Vano juga bersikap sama kepadaku. Apa-apa
minta pendapatku. Milih sandal jepitpun minta pendapatku. Ditaksir cewekpun
bilang kepadaku. Kata-kata penolakannyapun aku yang buat. Tapi Vano belum
pernah mengatakan kepadaku cewek siapa yang menarik hatinya.
Ketika kutanya tentang itu ia hanya
bilang,”Super rahasia!”.
Oh iya, aku jadi ingin tahu, sekarang ia
sudah punya pacar apa belum. Vano tidak pernah cerita tentang wanita kepadaku
selain ibu dan adiknya. Wah, jadi penasaran nih. Mumpung disana masih jam 5
sore-an aku ingin menggodanya. Kuambil hpku dan kutanyakan kabarnya hari ini.
Tak disangka ia langsung meneleponku. Mendengar tawanya yang khas, aku menjadi
kangen dan hatiku berdesir.
Setelah bercanda seperti biasanya aku iseng
bertanya,”Makan malam nanti kamu makan sama apa, Van.”
“Belum tahu, tugasku bertumpuk-tumpuk, paling
makan roti atau mi.”
“
Mi mi mi mi terus, yang lain dong!” jawabku menirukan iklan ditelevisi.
”Coba ada kamu di sini, pasti aku sudah
suruh kamu ngantar makanan.” Aku kaget mendengar jawabannya.
“Tenang wae fren, ntar tak kirim nasi uduk dan opor ayam kesukaanmu lewat
wifi.” Aku mendengar Vano tertawa terbahak-bahak.
Ini kesempatan bertanya siapa pacarnya.
Aku bertanya dengan hati-hati, “Van, kamukan bisa suruh pacar kamu ngantar
makanan.”
“Pacar yang mana lagi, pacarku di dunia
ini cuma satu dan dia ada di Indonesia dan tidak pernah mengunjungiku ke sini.
Dia bisanya Cuma nggodain aku doank.”
Sebelum ocehannya selesai aku
mememotongnya,”Siapa dia Van, kok kamu tidak pernah mengenalkannya kepadaku.”
Tanyaku penasaran.
“Rahasiaaa...!” Jawabnya sambil tertawa.
Aku kecewa mendengarnya, rasa cemburu
menyelinap tanpa kuundang. Apakah aku mulai suka kepadanya?
“Nona
Centil, sudah dulu ya, bye...”
Aku semakin penasaran siapa pacar Vano.
Kucari informasi ke teman-teman kuliahku dulu dan semua menjawab tidak tahu.
Mereka malah bertanya, apakah aku sudah putus dengannya? Putus? Kapan jadinya?
Huh...pertanyaan yang menjengkelkan. Rasa
yang tidak biasa itu membuatku tidak semangat bekerja. Tadi pagi aku diceramahi
bosku panjang lebar gara-gara salah ketik angka. Konsentransiku buyar, hatiku
dipenuhi rasa cemburu. Siapa sih pacar Vano?
Di tengah kagalauanku, aku mendapat sms
dari Vano yang isinya mengajak janjian ngobrol difacebook seperti biasanya. Tidak
seperti biasanya, kali ini aku malas berfacebook dengannya. Obrolan kami malam
ini garing banget.
Aku selalu menjawab serius setiap
pertanyaannya sampai Vano bertanya,”Kemana Nona Centilku yang bawel?”
“Aku sedang ada masalah yang membuatku
kehilangan nafsu bercanda, maaf ya Van.” Jawabku dengan kesal.
“Kalau gitu aku nggak jadi curhat ke kamu.
Masalah pacar ya?” Balasnya. “
“Nggak, aku nggak punya pacar. Kamukan
bisa curhat ke pacarmu.” Aku menjawabnya dengan mata berkaca-kaca.
“Lho, sekarang aku mau curhat ke pacarku,
tapi dia juga sedang ada masalah.” Jawabnya.
Sekali lagi aku memanfaatkan kesempatan
ini untuk bertanya,”Oke, silakan curhat ke aku tapi dengan syarat, kamu harus
memberitahu siapa pacarmu.”
“Kamu!” Jawabnya singkat.
“Kamu siapa?” Jawabku semakin penasaran.
”Kamu, ya kamu. Pacarku adalah kamu Rosa.”
“Bercandanya ntar aja Van, cepat kasih
tahu kalau tidak tak close lho.” Ancamku.
“Rosa, aku harus jawab apa lagi. Kali ini aku
serius karena sudah saatnya bicara. Kamulah pacarku.”
Aku masih bingung dengan situasi ini. Aku
pacarnya Vano? Dasar Vano, tukang bercanda.
Hpku berbunyi dan ternyata dari Vano,
“Close saja, aku jelasin lewat telepon biar jelas suaranya.”
“Jelasin apa Van?” Tanyaku masih tidak
mengerti.
“Gini, aku mau ngomong dengarkan baik-baik dan jangan disela sebelum
aku selesai bicara.” Vano kemudian melanjutkan bicaranya.
Aku hampir pingsan mendengar pengakuannya.
Vano bilang sejak berada di Belanda ia baru merasa kehilangan aku dan sering
kangen kepadaku. Setiap ada wanita yang mendekatinya ia selalu ingat aku. Sampai
sebulan yang lalu ia baru menyadari kalau ia menyukaiku lebih dari sekedar
sahabat. Ia masih memastikan apakah aku sudah punya pacar apa belum. Begitu
mendengar jawabanku yang memastikan belum punya pacar, ia langsung menyambar
saja. Berarti perasaanku selama ini sama dengan Vano. Ya Tuhan, senangnya hatiku.
“Nona Centil, aku mencintaimu. Maukah kamu
menerima cintaku?”
Tanpa menunggu lama aku langsung menjawabnya,”
Mr. Gingsul aku juga cinta kamu.”
“Oke. Sekarang mulai detik ini kita jadian
ya. Catat lho.”
Hari-hariku terasa menyenangkan. Meskipun
aku dan Vano berjauhan, kami saling percaya satu sama lain. Kami masih suka
bercanda seperti biasa, bedanya sekarang aku punya harapan lebih kepadanya
yaitu menikah dengan Vano. Sekarang Vano tidak hanya meneleponku tapi
kadang-kadang menelepon orang tuaku dan kakakku. Ia semakin akrab dengan
keluargaku. Orangtuakupun menyetujui hubungan kami meskipun hanya tahu wajah
Vano dari foto dan video chatting di facebook.
Kebahagianku bertambah karena aku
mendapatkan jabatanku di kantor naik.
“Selamat sayang, semoga berkah ya.” Ucap
Vano.
“Rosa, apakah kamu mau menikah denganku?”
Kata Vano tiba-tiba.
Aku
tidak bisa berkutik lagi dan kujawab,” Aku siap menjadi Nyoya Vano.”
“Sayang, tunggu aku ya. Nggak lama kok.”
Kata Vano dengan serius.
“Oke sayang, kutunggu kau di taman
hatiku.” Jawabku dengan senyum lega.
Hari ini Tuhan memberiku kebahagiaan yang
berlipat-lipat. Tak disangka aku yang selama ini terkenal dengan sebutan
‘jomblo abadi’ akan menikah dengan pria idamanku yang juga sahabatku sendiri.
Ini namanya ‘temen’ jadi ‘demen’.
No comments:
Post a Comment