Sebelumnya baca : TOUR GRATIS KE EROPA 1,TOUR GRATIS KE EROPA 2 & TOUR GRATIS KE EROPA 3
Untung saja cuaca di Roma malam ini sangat bagus. Ga ada peserta yang tinggal di hotel, semuanya pada hang out. Yang paling diminati adalah menikmati pizza di negeri asalnya. Kalau Andina sih pingin yang asli Italia seperti Latte macchiato, pizza dan ‘Suppli al telefono’ atau ‘suppli’ yaitu bola nasi yang dibungkus keju mozzarella dan kemudian dilapisi tepung roti dan digoreng,ketika anda menggigit ke dalamnya, keju meleleh merembes keluar dan menyerupai kawat telepon! Malam ini mereka berjalan-jalan di Traverse, daerah night lifenya Roma di sisi sungai Tiber. Suasananya sangat menarik. Di sepanjang kiri kanan jalan banyak terdapat restoran-restoran dan toko-toko yang menjual sovenir. “Istirahat yookk.......makan malam dulu yaa...” komando Fauzi. “Zi, cari tempat pizza donk..” perintah Andin sambil memilih beberapa sovenir. Akhirnya mereka makan pizza di tempat yang indah itu. Karena sudah malam mereka pulang ke hotel untuk beristirahat.
Tour akan segera berakhir di Roma. Aduh tinggal 1 setengah hari aku jumpa Ikhsan. Pokoknya aku harus menghabiskan besok seharian bersama Ikhsan. Mo ngapain aja ya selain jalan-jalan di kota Roma. Dia tak ingin melepaskan momen terakhir di Roma ini dengan sesuatu yang tidak romantis. Sms dari Ikhsan membuatnya lega. Bagaimana tidak? Ternyata gayung bersambut, apa yang dipikirkan Ikhsan sama dengannnya. “Honey, besok kita jalan berdua aja ya, tanpa Fauzi dan lainnya. Pokoknya waktu kita habiskan berdua yang lainnya nebeng.” Begitu bunyi sms Ikhsan. “OK sayang, met bobok.” Balas Andin singkat.
Bener juga, pagi-pagi sekali mereka sudah ketemu di restoran hotel itu. Ikhsan sudah memesan ‘suppli al telefono dan latte macchiato’ yang diinginkan Andina. “Yang, kamu emang hafal kota Roma?” tanya Andina kepada Ikhsan yang tengah asyik menikmati pastry kesukaannya. “Lumayanlah, aku sudah berkali-kali keliling Roma. Lagian deket-deket kok lokasi yang ingin kamu kunjungi, jalan kaki juga bisa.”Andina mengangguk-angguk tanda setuju.”Kenapa, capek jalan kaki. Tenang saja, capek jalan kaki ntar tak gendong!” goda Ikhsan. Andin hanya tersenyum melihat kekasihnya yang matanya masih terlihat mengantuk.”Pokoknya jalan kaki, naik taksi ataupun naik bis asalkan sama kamu aku mau aja, San. Lah, pagi-pagi begini mo kemana coba.””Ke Open Air Markets in Rome: Via Sannio cayang....pasar di sini rame kalau pagi, ya kayak di Indonesia. Isinya juga sama, makanan khas Italia, baju,aksesoris,sepatu dll. Sambil nunggu lokasi yang lain buka. Udahlah ngikut aja.” Setelah menghabiskan sarapan pagi, mereka berdua menuju pasar orang Roma. Ikhsan seneng banget hari ini karena baru pertama kali ke Roma bawa kekasih. Biasanya hanya rame-rame sama teman dan dia hanya gigit jari melihat mereka yang bermesraan dengan kekasihnya.
Sesampai di Via Sannio suasan sudah ramai. Pasar yang buka mulai jam 8 a.m – 2 p.m itu banyak dikunjungi turis asing yang berbaur menjadi satu dengan penduduk asli. Kalau mo beli baju, aksesoris dan perlengkapan fashion dari kulit dengan harga terjangkau disinilah tempatnya. “Yang, hati-hati dompetmu lho, banyak copet di sini.” Ikhsan mengingatkan kekasihnya yang sudah mulai memilih-milih tas. Maklum cewek mana sih yang ga tergoda dengan barang menarik. Ikhsan berjaga-jaga extra keras di samping Andina. Repot kalau ilang he..he... Andina membeli sepatu,tas,dompet, baju dan aksesoris begitu juga dengan Ikhsan. Wuih, banyak banget belanjaannya. Mana bisa keliling kota Roma dengan bawaan sebanyak itu, bisa pegel nih tangan dan nggak bisa menikmati momen berdua donk. Akhirnya Ikhsan memutuskan untuk kembali ke hotel. “Yang, balik ke hotel dulu ya. Mulangin belanjaan.” “OK.” Andin juga ga mau jalan-jalan bawa barang segitu banyaknya. Dia juga baru sadar kalau mereka sudah belanja banyak banget. Wah, ntar malam pasti repot paking, besok kan balik ke Jakarta. Aduhh....pisah dengan kekasih baru donk. “My darling, ada apa denganmu, kok diam aja sih.” Pernyaan Ikhsan membuat Andin tambah sedih. Tak terasa air mata mengalir di pipinya. Ikhsan semakin bingung melihatnya karena pertanyaannya tidak dijawab. Andina hanya memeluknya dan menangis. Ikhsan paling ga tahan dengan tangisan wanita. “Ndin, tenang sayang. Ada apa sih....malu ma sopir taksi tuh.Ntar disangka aku ngapa-ngapain kamu lagi.” Kata Ikhsan menenangkan kekasihnya yang tak kunjung berhenti menangis. Sopir taksi cuek saja melihat mereka, sudah biasa kali. “San, sadar ga sih kamu, besok aku udah balik ke Jakarta. Dan kita pisahan donk.”teriak Andin masih sesenggukan dan mencoba menghentikan tangisnya. “Ya kita jalani pacaran long distance.” Jawab Ikhsan tenang. “Masalahnya, aku ga bisa gitu lho...” “Sudahlah sayang, kita nikmati aja apa yang di depan mata sekarang. Urusan besok ya besok. Lagian ada internet kan?” kata-kata Ikhsan yang tenang dan meyakinkan, menyejukkan hati Andina yang resah tak menentu. Itulah perbedaan yang paling kentara di antara mereka, Ikhsan tenang dan Andina agak emosian. Botol dapat tutupnya, kata Fauzi. Tapi justru itulah yang membuat mereka saling tertarik.
Sampai di hotel mereka hanya meletakkan barang di kamar masing-masing. Tak lama kemudian mereka ngacir ke Colosseum salah satu landmark Roma. Disana dulu tempat para gladiator bertaruh nyawa. Terbayang masa-masa kerajaan Romawi dulu dan tentu saja cerita-cerita tentang Cleopatra, Julius Caesar dan Mark Antony. Hilang sudah kesedihan Andina. Disekitar Colosseum banyak penjual sovenir dan ada juga orang yang berpakaian Gladiator. Mereka menawarkan untuk berfoto bersama dengan harga yang mahal sekali. Dari atas bangunan yang kira-kira setara dengan bangunan 5 lantai itu, kota Roma tampak bagus sekali. Setelah puas berfoto-foto disana, mereka menuju Roman Forum yang berada disebelah Colosseum. Hanya berupa reruntuhan pusat kebudayaan romawi kuno. Tapi dari reruntuhannya bisa membuktikan kejayaan kerajaan Romawi. Disana ada makam Julius Caesar. Mereka beristirahat sebentar disana, kaki sudah terasa pegal.
“San, itu bangunan apa ?“ tanya Andina dengan mengarahkan telunjuknya ke bangunan putih nan megah. “Itu sih Victor Emmanuel II Monument.” Di Piazza Venezia yang berada di pusat kota Roma memang terdapat peninggalan-peninggalan bersejarah yang artistik. Ponsel Ikhsan berbunyi tapi dia enggan mengangkatnya. “San, angkat dulu donk.” Suruh Andina. “Akh, males. Dari Fauzi, nggodain melulu.” Andina mengambil ponsel dari tas Ikhsan dan menjawab telepon dari Fauzi. “Ndin, kalian ada di mana? Tak sms kok ra dibales je...” cerocosnya. Andina menyerahkan ponsel ke Ikhsan. “Ono opo Zi?” “Nggak kesasar kan dirimu.” Tanya Fauzi khawatir.”Enggaklah, thanks panduannya yo sob. Berkat dirimu acaraku sama Andin bisa sukses.” Ikhsan mengucapkan terima kasih dengan hati yang berbunga-bunga. “By the way, sudah mbok lamar pa belum.” Kumat deh si Fauzi menggoda sobatnya itu. Ikhsan tersipu malu dan buru-buru menutup teleponnya. “My honey, sayangku cintaku.....kita nikmati gelato (es krim dari Italia) dulu ya.” Ajak Ikhsan. Mereka bergandengan tangan mesra sekali.
“Yang, turis Cina banyak banget. Tu..tuh...” tunjuk Andina. “Maklum, mereka para OKB alias orang kaya baru, cayang....Dari Indonesia juga banyak lho. Orang-orang Indonesia juga banyak yang kaya. Buktinya kalau mereka datang ke sini pasti menghabiskan puluhan juta untuk belanja.” Cerita Ikhsan. “Masa sih.” Andin ga percaya karena di Indonesia sedang dilanda krisis multidimensi yang berkepanjangan. “Tanya Fauzi tuh kalau ga percaya. Udahlah ngapain mikirin orang lain. Ingat sayangku cintaku.....hari ini dunia milik kita berdua yang lain ngontrak.” Canda Ikhsan dan mengecup pipi Andina. “Sory,Din-Din gelatonya nempel di pipimu.” Kata Ikhsan cekikikan. Andina membalas ciuman itu tak kalah mesranya.”Satu-satu kan.” Mereka berdua tertawa dengan riangnya.
Pantheon adalah tempat tujuan selanjutnya. Seperti yang lainnya, Pantheon adalah gedung tua peninggalan Romawi. Gedung itu memiliki kubah dengan ornamen yang indah. Sepanjang perjalanan dua sejoli yang lagi kasmaran itu tak berhenti bercanda. Meskipun ini Eropa, tapi mereka tetap berpegang teguh pada ajaran budaya Timur. Tidak aji mumpung seperti kebanyakan pasangan lain. Di Piazza Navona banyak bertebaran restoran khas Italia. Ikhsan dan Andina sama-sama bingung mo pilih menu apa. Ikhsan juga tidak faham makanan yang enak yang mana. Akhirnya mereka pilih menu yang terkenal di Indonesia saja. Ikhsan pesan lasagna, soft drink dan Italian bread yang gambarnya ada dalam buku menu, sedangkan Andina memesan spageti, panini dan fresh lemon. “Aku capek banget dan kepalaku agak pusing.” Keluh Andina sambil memegang kepalanya. “Kalau gitu habis makan kita balik ke hotel, tidur.” Saran Ikhsan. “Trus ga jadi habisin malam di Roma.” Protes Andina. Ikhsan memeluk Andina dan dengan kata-kata lembut dinasihatinya gadis itu, “Terserah kamu, pokoknya habis ini istirahat dulu.Kalau badanmu sudah enakan, kita bergadang di Roma. Ndin, kamu juga harus siap-siapkan.” “OK, sudah siap semua kok, tinggal belanjaan hari ini yang belum.” “Ya udah kalau gitu.” Senyuman Ikhsan yang manis membuat gadis itu makin terpesona. “Din-Din, kamu tuh suka ke aku karena apa sih.” Sebenarnya itu pertanyaan yang sudah pasaran tapi Ikhsan tetap menanyakannya. Dan Andina menjawab dengan polosnya,”Ga tahu sayang. Yang kutahu meski hanya mendengar suara kamu aja, aku seneng banget. Padahal aku belum pernah ketemu kamu secara langsung. Kamu sendiri kenapa tiba-tiba jatuh cinta ke aku.” Ikhsan gelagapan menjawabnya,” Sama kayak kamu. Udah jodo kali, Ndin.” Mereka tertawa cekikikan dengan kisah mereka sendiri. Mereka menikmati masakan khas Italia yang aneh di lidah mereka. Beda dengan yang pernah mereka nikmati di Indonesia. Setelah puas menikmati Italian food, mereka langsung menuju hotel dan beristirahat. Andina bener-bener ga kuat lagi meneruskan jalan-jalan bersama Ikhsan.
Sesampai di hotel, Ikhsan menjadi makanan empuk Fauzi. Digodainya habis-habisan cowok yang pendiam itu. “Hoooiiii....kalian sudah ngapain wae hayooooo....ini Eropa San.” Ikhsan sebel juga ngengerin ocehan sahabatnya itu. “Emang kamu apa. Sarapan pisang ya, ngoceh kok ngalahin perkutut.” “Yo wis, lha wis mbok lamar pa belum?” tanya Fauzi sambil makan roti yang dibawa Ikhsan. “Ya belum, malah lari nanti. Kayak nggak tahu Andina aja. Nanti dulu sob, aku tunggu waktu yang tepat. Aku sebenarnya sudah nggak sabar apalagi Ibuku nyuruh aku cepet-cepet nikah.“ “Lha iyo to, wong umurmu lho wis 32, wis tuwek ngerti. Kalau di kampungku wis dadi bahan rasa-rasan. Dadi joko tuwek kowe.” Fauzi terus aja nyerocos tanpa henti, tapi begitu tahu Ikhsan sudah tertidur dia langsung diam. Percuma donk dari tadi ngoceh tapi ga ada yang ndengerin.
Sesampai di hotel, Ikhsan menjadi makanan empuk Fauzi. Digodainya habis-habisan cowok yang pendiam itu. “Hoooiiii....kalian sudah ngapain wae hayooooo....ini Eropa San.” Ikhsan sebel juga ngengerin ocehan sahabatnya itu. “Emang kamu apa. Sarapan pisang ya, ngoceh kok ngalahin perkutut.” “Yo wis, lha wis mbok lamar pa belum?” tanya Fauzi sambil makan roti yang dibawa Ikhsan. “Ya belum, malah lari nanti. Kayak nggak tahu Andina aja. Nanti dulu sob, aku tunggu waktu yang tepat. Aku sebenarnya sudah nggak sabar apalagi Ibuku nyuruh aku cepet-cepet nikah.“ “Lha iyo to, wong umurmu lho wis 32, wis tuwek ngerti. Kalau di kampungku wis dadi bahan rasa-rasan. Dadi joko tuwek kowe.” Fauzi terus aja nyerocos tanpa henti, tapi begitu tahu Ikhsan sudah tertidur dia langsung diam. Percuma donk dari tadi ngoceh tapi ga ada yang ndengerin.
Malam ini adalah malam terakhir Andina dan Ikhsan di Eropa. Setelah itu, mereka akan menjalani hubungan jarak jauh. Sebuah hubungan yang memerlukan kepercayaan, pengertian dan kesabaran tingkat tinggi. Dan itu tidak masalah bagi mereka. Komitmen mereka sangat serius. Bahkan Fauzi yang sudah lama bersahabat dengan Ikhsanpun setengah ga percaya, ga biasanya gitu lho. Baru kali ini dia melihat Ikhsan begitu serius dengan cewek. Padahal mereka hanya berhubungan melalui teknologi tapi bisa menciptakan kemistri yang kuat di anatara keduanya. Fauzi merasa , Andina adalah jodoh Ikhsan. Waktu pacaran dengan Isyana, Ikhsan serius tapi tidak klik . Malah pas masih berpacaran dengan Isyana, sahabatnya itu tiap hari memikirkan Andina. Maka dari itu dia rela membantu Ikhsan mendampingi tour Andina ke Eropa. Bahkan jadi obat nyamukpun dia rela demi sahabatnya itu. Legalah hati Fauzi ketika Ikhsan bercerita kalau Andina sudah menerima cintanya.
Malam itu semua peserta tour berkumpul di sebuah restoran untuk makan malam. Dan seperti biasa, kedua sahabat itu mengikuti Andina pergi. “San, rencanamu mau menghabiskan malam di mana?” tanya Fauzi kepada Ikhsan yang tampak sedang melamun. “Ke Via Della Condotti maunya.” Jawab Ikhsan. “Apa ga capek jalan lagi, mbok duduk-duduk aja di tepi sungai Tiber.” Saran Fauzi. “Ya terserah Nyonya Ikhsan deh.” Canda Ikhsan yang gantian menggoda Fauzi. “Kamu sendiri kapan serius sama cewek. Gonta-ganti melulu.” “Aku nunggu Allah mempertemukan aku dengan cewek bule berambut blonde dengan mata biru.” Fauzi membayangkan cewek yang menjadi incarannya tapi ga dapat-dapat. “Keburu bau tanah Zi. Umurmu lho sudah 30, S2 juga ga selesai-selesai.” Fauzi hanya tersenyum dan tidak menanggapi Ikhsan lagi karena orang yang ditunggu-tungguu Fauzi sudah datang. Siapa lagi kalau bukan cewek. Kali ini dia janjian bertemu dengan sahabatnya waktu tinggal di Roma dulu, seorang cewek bule warga negara Italia keturunan Amerika. Fauzi memang sempat tinggal di Roma selama 3 tahun waktu Ayahnya bekerja di sana. Setelah sempat berkenalan dan berbasa-basi sebentar mereka pergi.
Tampak Andina melambaikan tangannya kepada Ikhsan. Secepatnya Ikhsan menghampiri gadis manis pujaan hatinya. “Yang, kita jalan lagi yok.” Ajak Andina menggandeng tangan Iksan. “Kamu ga capek, apa nggak sebaiknya kita bersantai di tepi sungai Tibers aja,sayangku cintaku.” “Akh...kamu ini gimana sih, aku pingin tahu. Sebentar aja, setelah dari sana kita bersantai di tepi sungai memandangi lampu-lampu.” Rupanya rayuan Ikhsan kali ini tidak mempan. Andina masih ingin berjalan-jalan ke Via Della Condotti, sebuah kawasan belanja barang-barang bermerk. Hanya turis berkantong tebal yang mampu belanja di sana. Sebuah tempat yang bagus untuk sekedar window shopping. “Tapi jangan bilang kalau pingin ketemu artis di sana. Lebay tahu nggak.” “Jangan marah donk sayangku, siapa tahu ketemu artis beneran.” Goda Andina.
Andina sebenarnya hanya penasaran aja ke sana. Dia tak mungkin belanja tetapi tempat itu mungkin saja mendatangkan inspirasi buatnya. Diamatinya design interior dan tata letak barang-barang yang dipajang. Semua terlihat mewah dan elegan. “Mo belanja apa Nyonya?” canda Ikhsan. “Kamu ini, ntar kalo dapat undian 1 milyar aku baru belanja di sini.” “Duit segitu mending buat beli rumah Din-Din.” “San, aku cuma bercanda. Jangan ditanggapi serius donk.” “Sudahlah, yok kita pergi.”
Suasana di tepi sungai Tibers semakin indah di waktu malam. Banyak turis menghabiskan malam di sana. Dua sejoli yang sedang di mabuk asmara itu menghabiskan malam dengan penuh canda, saling menumpahkan perasaan masing-masing. Rasanya mereka tidak ingin berpisah. “Ndin, emangnya kamu nggak kena peringatan dari kantor? Cutimu melebihi bataskan?” Ikhsan mengkhawatirkan nasib karir Andina karena dia tahu kekasihnya itu bekerja di sebuah perusahaan Jepang di Indonesia yang terkenal disiplin. “Kamu sendiri gimana?” “Ditanya malah nanya.” Ikhsan mempererat pelukannnya dan bercerita bahwa dia ga peduli peringatan apa yang akan diperolehnya dari kantor setelah masuk nanti. Dia juga merahasiakan alasan apa yang dipakai ke kantornya. Kalaupun harus dipecat ya nyari kerja lagi. Demi ingin bertemu dengan Andina dia rela berkorban. Sampai-sampai dia mengajak Fauzi mengikuti tour Andina untuk memuluskan rencananya. Andina terkejut mendengar Ikhsan bercerita A-Z tentang semua yang dipendamnya selama ini. Ga dinyana segitu hebatnya rasa ingin bertemu dengannya dan sekali bertemu trus bilang cinta. Dalam hati Andina bertanya, “Berarti dia cinta pada dirinya sudah lama dan apakah cinta Ikhsan juga serius kepadanya? Akh, entahlah pokoknya jalani dulu.” “Kalo kamu dipecat, cari kerja aja di Indonesia. Pasti dapat kok. Lamar jadi PNS aja.” Gurau Andina dan ditanggapi serius oleh Ikhsan. “Kamu aja yang pindah ke sini. Aku serius lho.” Andina menjawab dengan tampang serius,”Ok, terserah Bapak Ikhsan aja.” Spontan Ikhsan tertawa melihat mimik Andina yang lucu kayak dakocan. “Kalo gitu kamu harus jadi Bu Ikhsan dulu donk. Mau kan?” Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulut Ikhsan. Sayang sekali perkataan Ikhsan yang serius itu dikira bercanda oleh Andina. “Bercanda kamu.” Dan Andina melanjutkan ceritanya tentang pekerjaannya. Gadis itu juga ga peduli nasib karirnya sepulang dari Eropa. Bagi dia dipecat juga ga masalah, bisa dapat kerjaan lagi di tempat lain. Tapi kalau tour gratis ke Eropa – wah, bener-bener kesempatan langka. Mungkin dari seribu orang hanya 1 yang dapat. Semula dia hanya berharap kalau dapat bertemu Ikhsan di Belanda tapi ga ketemupun ga pa-pa, namanya juga Jakarta – Belanda. Bahkan dia sempat kecewa berat kalau Ikhsan bilang belum dapat menemuinya. Tapi siapa sangka kalau Allah mempertemukannya dengan Ikhsan dan sekarang dia benar-benar berada dalam pelukan sahabat yang telah lama dirindukannya bahkan jadi kekasihnya. Dan siapa tahu kalau nanti dia jodohnya juga. Semoga. “Kita sama-sama nekat ya. Masa kerjaan dibuat sepele.” Komentar Ikhsan. “Tapi niatnya baik sayang, jadi semoga Allah meridhoi.” “Amin!” Mereka bersama-sama mengamini doa mereka berdua. Waktu menunjukkan pukul 12. 30 malam ketika mereka meninggalkan tempat indah itu.
Sampai di hotel ternyata ada beberapa anggota tour yang belum kembali dan ada beberapa yang sudah ngorok. Di sudut kamar tampak tas gede-gede yang menumpuk penuh muatan. Yang semula bawa 2 tas pulang bawa 3-5 tas. Mumpung ke Eropa, belanja sepuasnya. Malam itu Ikhsan tak kunjung terpejam. Hatinya nggak rela berpisah dengan Andina. Fauzi juga masih ngelayap tak kunjung datang. Andina juga sama tapi karena setelah berbenah-benah dia kecapekan maka tidurnya lelap sekali malam itu. Malam itu Fauzi kembali menghibur hati sahabatnya. “Sudahlah San tidurlah, besok masih ketemu lagi kan. Apa kamu mau ikut balik ke Indonesia?” “Enggaklah, paling Desember kesana.” “San, aku tidur dulu. Capek ngedate sama Si Rambut Blonde.” “Ikhan gantian menggoda Fauzi, “Emang kamu diapain wae ma cewek bulemu. Yakin deh kali ini kamu yang dikerjain.” “Akh.....sudah.... tidur to....sesok-sesok wae tak critani. Pasti kecritan kok!” Dan tak lama kemudian Fauzi sudah terlelap dibuai mimpi dengan Si Rambut Blonde.
===
Museum Vatican adalah ‘gedung kuno’ terakhir dari tour ke Eropa kali ini. Sebuah museum berlantai 4 yang menyimpan benda-benda seni tingkat tinggi. Karya-karya Michaelangelo terukir indah disana. Untuk mempermudah menikmati keindahan dan sejarah dari meseum ini sebaiknya membawa buku panduan. Bagian yang paling indah adalah Sistine Chapel, semua dinding dan langit-langitnya dilukis oleh Michaelangelo. Ikhsan yang sudah ketiga kalinya kesanapun masih terkagum-kagum melihatnya apalagi Andina. Mereka berdua memang pasangan yang cocok karena mempunyai beberapa kegemaran yang sama, salah satunya melihat peninggalan-peninggalan kuno yang bersejarah dan mempunyai nilai seni tinggi. Mereka agak lama duduk-duduk di Sistine Chapel menikmati keindahan yang ada. “Ndin, kesanmu berwisata ke Eropa apa?” tanya Ikhsan. “Art,art and art, San. Arsitektur dari masa ribuan tahun yang lalu dipadu dengan kehidupan modern yang berteknologi tinggi. Sayangnya, jalan-jalan di Roma itu lho, kenapa kok berblok-blok yang sempit. Bahkan Travi Mountain yang indahpun berada dalam gang.” “Kalau dikasih kesempatan ke Eropa lagi, nanti tak ajak ke Pegunungan Alpen. Alamnya begitu indah.” “Oh, itu tempat yang biasa dipake syuting film-film India ya.” Canda Andina. “Ternyata kamu penggemar film India juga ya.” “Ya tergantung cerita dan pemainnnya, ga semua suka. Paling Sharukh Khan yang dipasangkan dengan Kajol kusuka.” Tak terasa sudah 1 jam lebih mereka berada di situ. Karena takut diobrak-obrak Mas Hanif, mereka cepat-cepat meninggalkan area itu dan menuju bagian lain dari Museum Vatican yang luas. Mereka melewati Raphael room dengan tangga putarnya yang anggun. “Waduh serasa berada di negeri dongeng ya...” komentar Andina. “Ayo sayang, keluar museum. Kita ke St. Peter Square.” Ikhsan menggandeng lengan Andina dan berjalan ke lapangan luas yang dipakai Paus untuk memimpin misa. “Seminggu bersama kamu, rasanya nggak ingin berpisah ,Ndin.””Sama sayang, aku juga begitu. Kurang berapa jam lagi aku balik ke Indonesia.” Teriak Andina ga bisa menahan tangis. “Jangan nangis sayang, ini tempat umum. Pamali tahu.” Ikhsan mengelus kepala Andina dengan lembut sambil menenangkannya, padahal dia sendiri juga sedih sekali. Keindahan Basilica tidak membuat mereka senang lagi, yang ada adalah bayangan berpisah dengan jarak ribuan mil dengan sang kekasih.
Akhirnya perpisahan itu terjadi juga. Leonardo Da Vinci Airport menjadi saksi cinta Ikhsan dan Andina. Fauzi mengingatkan keduanya kalau jangan terlalu bersedih, toh nanti bisa jumpa lagi. Andina juga mengucapkan terima kasih pada cowok genit itu. “Ndin, Desember nanti Ikhsan pulang kampung kok. Udah..... ojo sedih. Wong tiap hari bisa lihat wajah jeleknya lho...” hibur Fauzi. “Pulang, kok ga bilang-bilang ke aku.” “Iya sayang tiap Desember aku pasti ke Indonesia. Tenang aja.” Sahut Ikhsan memastikan. Diserahkannya sebuah tas merah yang terutup rapat kepada Andina. “Jangan dibuka disini lho. Buka kalau sudah sampe di Indonesia.” “Emang isinya apaan sih?” Andina penasaran banget. Ikhsan sudah memberikannya oleh-oleh banyak banget dan masih ditambah lagi. “Isinya hati Fauzi, Ndin. Tadi dia mengirisnya untuk kamu. “ goda Fauzi menghilangkan ketegangan di antara mereka. “Kamu ini, ono-ono wae, Zi. Awakmu kapan nikah hayoooo....undang aku lho.” Balas Andina. Fauzi hanya tersenyum kecut digoda Andina. “Ndin, kalau cowok yang satu ini sekali nikah 3 cewek dia nikahi, nggak cukup kalau 1.” Canda tawa mereka berhenti setelah Mas Hanif mengingatkan Andina untuk boarding. Mas Hanif minta diri kepada Ikhsan dan Fauzi. Ikhsan juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Rombongan tour itu. “Sayang, sampai jumpa ya. Hati-hati....Aku cinta kamu.” Kata Ikhsan sambil mengecup kening Andina. Andina juga membalas mengecup kening Ikhsan,”Aku juga cinta kamu sayang, sampe jumpa.” Mereka saling melambaikan tangannya. “Ndin......kalau sudah sampe kirim surat ya.....” Teriak Fauzi kencang sekali. “OK.....!” teriak Andina.
===
Pagi ini cerah banget, matahari bersinar cerah. Andina baru menyadari kalau Indonesia lebih indah daripada Eropa yang selalu redup dan dingin. Andina belum sempat membuka barang-barangnya. Sampe rumah dia langsung sakit dan baru hari ini dia merasa agak mendingan. Dia teringat tas yang diberikan Ikhsan kepadanya di Bandara. Dibukanya pelan-pelan dengan rasa penasaran yang amat sangat. Wajahnya melongo melihat kotak bertuliskan merk terkenal di dunia. Di dalamnya ada sepatu. Bukankah sepatu ini sepatu yang ditaksirnya waktu jalan-jalan dengan Ikhsan di Paris? Ingatannya melayang ke masa indah itu. Kotak yang lain dibukanya lagi dan di dalamnyaada sebuah dompet dari merk terkenal lainnya. Dasar Ikhsan, kebiasaan kasih surprise. Lucunya lagi, di dalam dompet itu sudah ada foto mereka berdua mejeng di dalamnya. Kapan dia membuatnya. Gadis itu kembali melamunkan kekasihnya itu. Dia kangen pada kelembutan Ikhsan yang membuatnya jatuh cinta. “Kenapa sudah 1 hari aku di Jakarta, dia belum telepon juga?” Seandainya saja mereka berdekatan, aduh....bahagia sekali.....”Ndin......bangun.......!” Terdengar suara Bundanya mengetok-ngetok pintu kamarnya. “Iya, Bun.....aku udah bangun kok!” “Kamu masuk kerja nggak hari ini?” teriakan Bundanya membuatnya keluar kamar. “Ngaak Bunda......aku masih capek banget, kepalaku pusing.” Andina memberikan alasan yang sesungguhnya. “Kamu ini gimana, cutimu sudah ngelantur lho. Apa nggak takut dipecat?” “Dipecat ya cari lagi Bun....” Jawabnya santai. “Udahlah terserah kamu, Bunda mau kerja dulu. Ayahmu sudah dari tadi berangkat.” Bundanya mengecup kening Andina dan cepat-cepat berangkat ke kantor diantar Tara, adik Andina yang kuliah di UI. “Kak .....oleh-olehnya cepat dibuka ya.....” teriak Tara. “OK...”
Dilihatnya jam menunjukkan pukul 6.30 pagi waktu Jakarta. Ikhsan pastinya sedang tidur. Tapi rasa kangennya membuat gadis itu nekat meneleponnya. Berkali-berkali dia telepon ponsel Ikhsan tapi ga diangkat. Ga biasanya dia ga angkat telepon darinya, jam berapapun Andina telepon pasti diangkatnya. Sebenarnya Ikhsan terbangun ketika ponselnya berbunyi. Tahu kalau Andina yang telepon sengaja tak diangkatnya. Bukan kenapa-kenapa, Cuma ingin mengooda aja juga ngetes dia kangen nggak sama dirinya. Setelah mandi Andina membuka e-mailnya, tak ada e-mail baru dari Ikhsan. Yang ada hanya e-mail dari rekan-rekannya di kantor yang menanyakan berbagai macam hal. Akh, membosankan. San, kamu kenapa? Andina heran dengan dirinya sendiri, kenapa baru 2 hari ga ketemu Ikhsan kok udah kangen n pingin deket melulu. Apa benar dia benar-benar jatuh cinta? Ya Allah....kenapa kali ini dirinya merasakan perasaan yang berbeda. Ada rahasia apa ya di balik semua ini. Kalau memang Ikhsan jodohku dekatkanlah dan berikan kemudahan bagi kita, tapi kalau dia bukan jodohku berikanlah yang terbaik kepadaku sebagai penggantinya. Begitulah doanya dalam hati. “Mbak, itu rotinya sudah berhenti di depan rumah. Katanya mau beli?” tanya Mbak Im kepada Andina. “Belikan yang strawbery dan keju manis, Mbak.”
Setelah sarapan dia meneruskan acara beres-beres tas. Dibukanya semua oleh-oleh yang diberikan Ikhsan padanya. Ya ampun, perhatian banget tuh anak. Semua yang diucapkannya diberikan. Andina sendiri juga banyak membeli sovenir yang akan dibagi-bagikannya kepada keluarga dan teman-temannya. Tak terasa sudah terdengar suara Azan Dhuhur. Segera dia melaksanakan sholat Dhuhur sebagai wujud rasa terima kasihnya kepada Allah. Setelah itu dia menelepon Ikhsan. Ikhsan sedang dalam perjalanan ke kantor ketika Andina meneleponnya. “Kangen ya Ndin...pagi-pagi udah telepon.” Tanya Ikhsan cengengesan. “Semalam aku telepon kamu, tumben ga diangkat. Kangen tahu nggak?” Ikhsan seneng banget mendengar omelan kekasihnya, berarti dia bener-bener kangen. “Sory sayang, aku kecapekan dan tidur nyenyak banget. Begitu masuk kantor, aku dikerjain tugas-tugas banyak banget.” Ikhsan menceritakan seluruh keadaan di kantornya dan Andina memakluminya. Andina juga menceritakan kabarnya setelah sampe di Jakarta. Ikhsan sangat mengkhawatirkannya. “Yang, terima kasih sepatu dan dompetnya yaa.....Kamu sempat-sempatnya naruh foto kita.” Begitulah mereka melepas kangen lebih dari 15 menit karena Ikhsan keburu kerja. Aku dan Andina tidak bisa begini lama-lama. Secepatnya kita harus dekat dan untuk itu cara satu-satunya ya menikah. Itulah tekad Ikhsan yang muncul tiba-tiba di hatinya. Mulai saat itu dia berniat sungguh-sungguh untuk menikah dengan Andina. Ya Allah kabulkan doaku ya Allah......
No comments:
Post a Comment