
Pagi-pagi sekali Andina sudah dibangunkan Mas Hanif, dia menanyakan apakah Ikhsan akan mendampinginya ke Paris lagi. “Iya Mas, katanya sama Fauzi dan temannya. Kita sih janjian di Menara Eiffel, jadi aku bareng rombongan.” “Ya udah kalau gitu bangunkan yang lain ya, kita berangkat sehabis sarapan pagi.” Semua peserta masih terkantuk-kantuk, maklum semalaman pada bergadang. Eh....pagi-pagi harus berangkat lagi. Extra energi deh....apalagi melawan cuaca yang begitu dinginnya. Kalau ga ingat ini tour gratis ke Eropa sudah pasti deh....milih molor sampe siang. Ketahuan tuh aslinya.
Hemm.... Paris gitu lho....Kuinjakkan kakiku di negeri yang terkenal dengan arsitekturnya yang menawan. Terima kasih ya Allah... Begitulah Andina berkata dalam hati. Benar-benar disyukurinya anugrah dari Allah yang tak terhingga ini. Notre Dame de Paris adalah sebuah katedral Katolik dari Keuskupan Agung Paris, berarsitektur Gothic Perancis. Gadis itu begitu menikmati keindahannnya. Peserta lain ada yang protes, kenapa ga cari lokasi lain yang lebih bagus. Memang, bagi sebagian orang yang telah piknik ke Eropa berpendapat bahwa di sana hanya melihat bagunan-bangunan kuno melulu. Jadi ga begitu menarik. Yah...pokoknya pernah ke Eropalah....begitu kata mereka. Akhirnya ketua tour memutuskan untuk mempersingkat acara di tempat ini.
Sementara Andina tak sabar menunggu kedatangan Ikhsan dan kawan-kawan. Rencananya mereka akan bertemu di Champ-Elysees. Andina dikejutkan oleh pertanyaan Mbak Karin,” Mas, kapan nih ke Eiffelnya? Masak melototin bangunan tua, doank! “Siapa suruh melotot lho.” Balas Mas Hanif dengan senyumnya yang khas. “Mbak, nikmatin saja ya tour ini. Lagian kapan lagi kesini, gratis plus fasilitas VIP lagi. Pasti sampai ke Menara Eiffel kok.” Nasihatnya membuat hati peserta adem. Gimana to, wong tour gratis nan mewah begini kok masih diprotes. Mas Hanif tetap meneruskan ceritanya tentang Paris meskipun banyak yang nggak ndengerin. Maklumlah selera orang memang berbeda-beda dan cowok ganteng yang sudah menjadi guide 7 tahun itu mengerti sekali. “Nah, teman-teman sekarang kita sampai di Champ-Elysees. Kalian bisa belanja dan jalan-jalan sepuasnya di sini. Ingat, disini banyak copet jadi hati-hati dan jangan terpisah dari rombongan.”Rame sekali suasananya. Inilah jalan yang paling terkenal di dunia. Semua merk ternama dunia ada di sana. Hanya orang berkantong tebal saja yang bisa beli. Nah, kayaknya bukan pilihan yang cocok belanja sini. Sekali lagi, sekedar tahu aja kali ye... Eh.. siapa tahu ketemu artis dunia. Nikmati...nikmati...dan nikmati....
“Hoooooiiiiiiiii...Din-Dinnnnnn!” Spontan Andina menoleh ke arah suara yang familiar di telinganya. Terlihat Ikhsan, Fauzi dan teman bulenya berjalan menuju ke arahnya. Setelah mendapat ijin Mas Hanif, mereka memisahkan diri dari rombongan. Kafe-kafenya kelihatan asyik. “Suasana disini paling indah kalau pas Natal. Sepanjang jalan dipenuhi lampu hias.” Biasalah, Fauzi yang jadi guide. “Mau belanja apa Ndin?” Sela Ikhsan. “Maunya belanja macam-macam tapi harganya selangit.” “7 langit Ndin...” Jelas Fauzi. Fauzi membisikkan sesuatu ke telinga Ikhsan dan tak lama kemudian dia pergi bersama Ken. Tinggalah mereka berdua dalam kegelisahan. “Ga ada Fauzi ga rame, kamu cerita-cerita dong, San...Masa juga ikutan diam. Tahu gini mending ngikut rombongan.” Sesal Andina. “Pada suatu hari ada seorang gadis berambut sebahu, pake jaket merah, bersepatu boot tersesat di Paris dan seorang Pangeran......” Belum selesai Ikhsan bicara tiba-tiba Andina menyelanya,”Ihh....nyindir aku yaaa....?” “Aduh...!” Cowok berkaca mata itu mengaduh kesakitan karena dicubit Andina. “Jangan besar kepala...disini banyak gadis seperti itu, emangnya kamu tersesat. Enggak kan?!” Goda Ikhsan sambil mencubit pipi gadis sedikit bawel itu. “Nah, sekarang jadi rame kan. Enggak ada yang tutup mulut lagi.” Suasana jadi ceria lagi penuh canda tawa. Ikhsan masuk ke salah satu toko yang menjual merk ternama. Andin kikuk juga memasuki toko barang mewah itu, apalagi semua pengunjungnya orang-orang kaya dari berbagai belahan bumi. “Mo beli apa,San?” “Temenku sekantor nitip parfum dan dompet.” Jawab Ikhsan sekenanya. Sementara Ikhsan mencari barang-barang yang akan dibelinya, Andina melihat-lihat sepatu yang dipajang cantik disana. Sebenarnya pingin beli satu mumpung lagi diskon. Dari kejauhan Ikhsan memperhatikan gadis yang dicintainya itu, dia tahu kalau Din-Din menginginkan sepatu hitam dari kulit yang modelnya klasik itu. Akh, tapi Din-Din ga jadi beli. Meski diskon masih tetap mahal. Tapi dibandingkan dengan harganya di Indonesia, jelas beda banget. Hemm..ada tas yang elegan sekali modelnya. Dasar cewek, ga bisa merem kalau lihat barang bagus. “Kapan aku bisa membelinya?” batin Andina. “Ndin, mau beli oleh-oleh apa dari Paris?” “Ga lah, San. Mahal-mahal semua. Paling kubelikan gantungan kunci.” Ikhsan melihat kekecewaan di wajah gadis kesayangannya itu. “Kamu udah selesai belanja, kok cepet banget.”“Udahlah, ayo kita makan dulu.” Ajaknya sambil menggandeng tangan Andin.
Seperti biasa Andina memesan makanan yang paling digemari di restoran yang baru pertama kali dikunjunginya. Sambil menunggu pesanan, Ikhsan bercerita tentang pengalamannya hidup di Belanda. Asma yang dideritanya sejak kecil jarang sekali kambuh ketika di Belanda. Hidup di negeri orang harus pintar-pintar menyesuaikan diri, apalagi kita orang indonesia. Untungnya di Belanda banyak orang yang sudah tahu tentang Indonesia. Ribuan warga negara Indonesia tinggal di sana untuk kuliah dan bekerja. Etos kerja di negeri Kincir Angin inipun berbeda sekali dengan Indonesia. Ga kenal jam karet he..he...Mo cari makanan Indonesia dan halalpun gampang. Pokoknya semua serba lebih dibanding Indonesia. Andina sampai terhipnotis mendengarnya. End jadi pingin deh lebih lama di Belanda. “San, dari ceritamu, kayaknya kamu lebih seneng hidup di Den Haag ketimbang di Jakarta?” “Ooo, tentu Din-Din. Enggak tahu kenapa ya, aku lebih cocok tinggal di sana. Kamu suka Belandakan?” Ikhsan tersedak dan mengambil minumannya.”Hati-hati, San.” Andina mengusap makanan yang celemotan di bibir Iksan. Mata mereka berdua bertatapan penuh arti...”Ehmmm...ayolah Ndin, kita teruskan jalan-jalan. Ceritanya kuteruskan sambil jalan ya.” OK!” Mereka berlalu sambil bergandengan tangan. Hwow mesranya....Ikhsan kembali bercerita A-Z tentang kehidupan di Belanda. Mulai dari awal menginjakkan kaki di Belanda sampai peristiwa terjebak di toilet. “Ndin, kapan-kapan kamu harus balik lagi kesini. Ntar kita berlama-lama di Koukenhof dan berwisata ke negara Eropa lainnya. Lagian kamu belum sempat bersepeda keliling Amsterdam.” Pinta Ikhsan setulus hati. “Mau sekali.....! Tapi duitnya Mbahmu, San.” Gurau gadis itu. “Duitnya Mas Ikhsan kali...!” goda cowok berkaca mata itu dengan tertawa terbahak-bahak.
“Ndin, tuh lihat gapura itu...itu namanya Monumen Arc de Triomphe.” Ikhsan menunjukkan jarinya ke arah monumen yang dibangun sejak jaman Napoleon itu. “Bagus sekali....desainnya itu lho.” Andina berdecak kagum. Mereka hanya sejenak menikmati malam di Paris. “San, kenapa ga ke Eiffel sekarang aja sih?” tanya Andin tak sabar. “Kamu ini, Oklah tapi enggak naik lho. Naiknya besok aja. Dari kejauhan udah kelihatan kan?” hibur Ikhsan. Andina bersin-bersin dan kedinginan. “Kuantar ke hotel aja ya. Pagi-pagi kamu harus bangun lho, nerusin tour.” “San, katanya Eiffel lebih bagus malam hari. Kesana aja sekarang ya.” Mohon Andina penuh harap.”Ndin, kamu apa ga capek !” “Sudahlah San, mumpung aku ke sini. Lagian kalo ambruk ada kamu yang gendong.” Rayu Andina tersenyum-senyum.” Ikhsan sebenarnya males malam-malam ke sana. Bukannya bosan tapi pemandangan di Eiffel itu lho....yang bikin sesak napas. Disana banyak pasangan bermesraan, bahkan tak malu-malu berciuman di depan umum. Maklum Eiffel terkenal sebagi tempat yang romantis. Disana banyak yang mengungkapkan cinta ataupun melamar pasangannnya. Tapi dia enggan menceritakannya ke Andina. Tapi gadis itu ternyata punya rencana lain yang tak diketahui Ikhsan makanya dia memaksa untuk ke Eiffel meskipun kaki sudah pegal-pegal.
Dari kejauhan gemerlap Menara Eiffel sudah kelihatan. “San, aduh indahnya....Coba kalau ke sini besok pagi, mo lihat apa?” Andin terkagum-kagum melihat menara yang dihiasi ribuan lampu yang gemerlap memecah kedinginan. Suasana di sekitarnya sangat ramai. “Foto-fotonya nanti saja, Ndin. Keburu tutup nanti.” Saran Ikhsan. Kali ini Andin diam tak membantah. Untung saja antrian tidak panjang. Disini dibagi menjadi 3 - lantai 1,2 dan 3 (puncak menara). Pemandangan kota Paris di malam hari sangat menakjubkan begitu juga dengan pemandangan di Eiffel. Andina terkejut melihat ada beberapa pasangan yang tak segan-segan bermesraan di depan umum. Dia jadi malu melihatnya. “Nggak usah heran, ini Paris bukan Jakarta. Cuekin ajalah.” Ikhsan yang sudah lama tinggal di Eropapun sebenarnya risih juga melihatnya. Tapi biarin ajalah yang penting nggak ngikut arus negatif. Bagus juga pendiriannya. Akhirnya perjalanan sampai ke puncak yang tertinggi. Pemandangan semakin indah. Gedung-gedung tinggi tampak dari ketinggian berhiaskan lampu-lampu nan berkilauan. Sampai disini Andina menata dirinya, menarik napas panjang dan berusaha menenangkan dirinya. Dia punya rencana untuk menjawab tantangan cinta Ikhsan di puncak Eiffel ini. Tapi apa ga terlalu cepat? Juga apa ga terlalu pasaran ya? Apa ga di Venice aja nanti? Sejuta tanya bergelayut di kepala Andina. “Ndin, kenapa diam aja. Kamu sadar nggak, ini di puncak Eiffel lho. Cepet foto disitu, keburu tutup lho...” Tak lama kemudian mereka berfoto ria bak foto model terkenal. “San, ga ada artis Hollywod lewat ya..” “Kamu ini norak banget sih..”
Mengingat Eiffel keburu tutup, menimbang sulitnya dan jauhnya perjalanan untuk bisa bertemu, akhirnya Andina memutuskan untuk sekarang juga menjawab tantangan cinta Ikhsan. “San, berhenti sebentar deh ceritanya, giliran aku yang ngomong.” Sela Andina. “San, aku juga cinta kamu.” Bisik Andina di telinga cowok yang sedang asyik menikmati indahnya alam Paris. Sontak Ikhsan terkejut dibuatnya. Tak disangka dia akan mendapat serangan mendadak dari Andin. Wah dasar tuh cewek, ga ada romantisnya. Masa ngucapin cinta cuma gitu doank . Mukanya merah padam bagai tomat masak. “Ndin, ulangi lagi deh.”Mohonnya. “Ga ada siaran ulang tahu...” Wajah Andinpun bersemu merah karena malu tapi seneng. “Kamu sih ga ada romantisnya. Coba diulang yang romantis.” Canda Ikhsan yang semakin membuat pipi gadis itu bak buah tomat yang mau pecah. “Ga mau.” Bantahnya ga mau kalah. Akhirnya Ikhsan males bertengkar di depan umum kayak gitu. “Ya udahlah....kalo gitu kita jadian ya sekarang. Catat jam, tanggal, hari dan lain-lain ya Din-Din, biar nggak lupa.” Ikhsan sebenarnya heran, kok secepat itu Din-Din membalas cintanya. Berarti dia sudah lama naksir dirinya, kalau enggak pasti deh mikir pake lama. Pikirnya keGRan. Muncul semangatnya untuk menggoda gadis itu. “Nona Din-Din tersayang dan tercinta....emang kamu mulai suka aku kapan sih?” “Ihh....kamu, gitu aja ditanyain. Denger ya....aku suka kamu sejak aku masih di dalam kandungan Ibuku.” Balas Andin ga kalah seru. “Wah, kalau gitu kita jodoh donk. Aku juga lho...Masih di dalam rahim Ibuku sudah bermimpi kamu. Makanya ketika jumpa kamu, aku merasa sudah pernah ketemu.” Jawab Ikhsan sambil tertawa terbahak-bahak. Andin mati kutu ga bisa jawab. “San, kita kembali ke hotel yok, ga enak ma teman-teman. Aku malam-malam maksa kamu ke sini cuma untuk ngejawab itu doank.” Tutur Andina membuka rahasia. Diam-diam Ikhsan mengagumi semangat Andina yang luar biasa, padahal dia tahu gadis itu sudah sangat kecapekan dan tetap memaksakan diri untuk ke Puncak Eiffel karena mencari tempat istimewa untuk menjawab cintanya. “Oklah sekarang kuantar pulang tapi beneran ya nggak pake mampir-mampir lagi. Kamu harus istirahat Ndin.” Dikecupnya kening gadis itu. Mereka meninggalkan Eiffel dengan hati yang berbunga-bunga.
Malam itu kembali Andina ga bisa memejamkan matanya, masih terbayang kejadian-kejadian tak terduga selama di Eropa. Wah gawat kalo aku ga bisa tidur, bisa-bisa ambruk. Apalagi besok akan ke Disneyland. Terpaksa diminumnya obat alergi yang dibawanya dari Indonesia. Tak sampai setengah jam dia sudah tertidur dengan pulasnya.
Hari ini rombongan akan mengunjungi Eiffel Tower dan Museum Luvre, tapi Andina dan Ikhsan sudah minta ijin untuk memisahkan diri dari rombongan dan janjian bergabung kembali di Venice. Ada-ada saja mereka. Untung ada Fauzi yang sudah terbiasa mengantar rombongan tour. Jadi semua serba cepat karena tour Andin dan Ikhsan dia yang atur. “Ndin, tadi malam ngapain wae sama Ikhsan hayoooo.....!” selidik cowok mbanyol itu. “Rahasia donk. Mo tahu aja.” Balas Andin sewot. “Ojo nesu to. Yowis, kamu pingin lihat lukisan Monalisa po ra? Kalau tidak, kita langsung ke Disneyland wae.” Jelas Fauzi. “Pingin. Masa sampai sini ga lihat lukisan aslinya, lha sama juga belum ke Paris.” “Yowis, kalau gitu bentar wae yooo....” Rupanya Fauzi belum tahu kalo mereka sudah jadian tadi malam. Mereka sengaja tidak menceritakannya karena takut Fauzi ga jadi ngantar tour mereka karena sungkan, sedangkan Ikhsan belum paham Eropa. Maklum, ini nyuri waktu dari tour rombongan Andina jadi perlu guide yang bener-bener profesional. Ini kalo ga pingin ‘pancal sepur’ (ketinggalan kereta). Mau tidak mau mereka harus jaga sikap di hadapan Fauzi. Ya kali ini tour berempat plus Ken-Ken.
Sampai di Museum Luvre mereka langsung menuju lukisan Monalisa. Andina hanya melihatnya sebentar kemudian melihat-lihat yang lainnya dengan sekilas. Diburu waktu sih. “Tenang Ndin, kalau pingin berlama-lama di sini lain kali datang lagi aja. Sendiri wae. Kan ada kita. Sponsor juga sudah siap kan? ” Hibur Fauzi sambil melirik Ikhsan. “Akh, kamu Zi. Ok, pokoknya aku pasti datang lagi.” “Sekarang lanjuttt.......ke Disneyland. Naik kereta yaa...” komando Fauzi.
Andina tidak begitu menikmati perjalanan dengan kereta kali ini. Dia capek dan akhirnya tertidur. Matanya baru terbuka ketika teriakan Fauzi membangunkannya. “Mimpi dicium Mickey Mouse n Donald Bebek ya, Ndin. Pulas banget tidurmu. Rugi nggak lihat pemandangan.”Ejek Fauzi memecahkan suasan hening diantara mereka. “San, pokoknya aku mo beli sovenir Mickey n Mini yang banyak.” “Ikh, ketahuan masa kecil kurang bahagia.” Goda Ikhsan sambil mencubit pipi Andin. Untung aja Fauzi ga tahu. Berbagai macam wahana ada disana. Juga ada berbagai macam pertunjukan di Disney Studio. Andina tak melewatkan kesempatan berfoto dengan idolanya, Mickey Mouse. Waktu sehari tak habis untuk menikmati semua wahana dan pertunjukan yang ada. Sekali lagi waktu membatasi gerak mereka. Mereka harus segera melanjutkan perajalan ke Venice. Jam 8 malam Disneyland sudah tutup. Benar aja, Andina memborong berbagai macam sovenir. Mumpung asli dari Disneyland.
===
Di Venice (Italia) negeri yang mempunyai banyak kanal ini, kebanyakan turis mengunjungi Grand Cannal, San Marco Square, Bell Tower dan melihat kerajinan gelas di Murano. Grand Canal adalah salah satu kanal di Venice, merupakan jalur lalu lintas air utama di kota itu. Transpotasi umum bisa menggunakan vaporetti (bis air), perahu dan gondola. Setiap orang yang ke sana pasti ingin naik gondola. Sampai di Venice, mereka langsung menuju hotel tempat rombongan Andina menginap. Ikhsan dan kawan-kawan juga menginap di sana. Di sebuah hotel dengan view Grand Cannal. Fauzi sempat berkomentar kalau Andina beruntung sekali karena bisa menikmati tour kelas VIP. Jadi meskipun tournya secepat kilat tapi fasilitasnya serba wah.
Inilah saat yang ditunggu-tunggu, bergondola menyusuri Grand Cannal. Beruntung, sponsor tour memberikan kesempatan naik gondola. Bergondola di sana biayanya mahal, jadi ga semua wisatawan mau naik. Wuihh...asyiknya. Lalu lintasnya ramai sekali, bus air yang lewat tampak tidak bisa berjalan dengan cepat karena banyak gondola dan perahu yang lewat. Perjalanan diteruskan menuju Piazza San Marco. Di sana banyak burung merpati yang jinak dan pengunjung biasanya memberikan makanan supaya merpati-merpati itu mendekat. Andina dan kawan-kawan tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Maklum di Indonesia ga ada tempat seperti itu. Diambilnya sedikit roti kemudian ditebarkannya ke arah merpati, tak lama kemudian mereka mendekat dan menghabiskan rotinya. Bisa menjadi tempat foto yang bagus. Di tempat itu juga ada Basilica San Marco, sebuah bangunan yang berarsitektur indah. Antrian masuk ke sana lumayan panjang hari itu. Mereka tidak melewatkan kesempatan untuk nail ke Bell Tower. Dari ketinggian kira-kira 100 meter, pemandangan kota Venice tampak menawan. Tour selanjutnya mengunjungi tempat pembuatan kerajinan dari gelas di Murano. Di tempat ini terdapat berbagai kerajinan gelas kaca yang indah. Andina membeli beberapa buah untuk cinderamata. Sebelum malam tiba rombongan sudah bertolak dari Murano.
Malam hari di Venice tidak begitu indah, biasa-bisa saja. Andina, Ikhsan, Fauzi dan Ken makan malam di sebuah restoran di dekat Grand Cannal. “Ndin, kamu nanti pulang ke Indonesia bawa barang banyak banget lho....” Ikhsan mengingatkan Andina. “Enggaklah, San. Aku hanya sedikit beli oleh-oleh kok.” Jelas Andina sambil meletakkan kaca matanya di meja. “Lho, kan aku udah pernah bilang, sudah menyiapkan semua oleh-oleh untuk kamu bawa pulang ke Indonesia.” Jelas Ikhsan mengingatkan Andina. “Ndin, emang yang kita bawa ke sana-kemari itu apa? Itu oleh-oleh buat kamu.” Tambah Fauzi lagi. “Tapi tenang aja,aku sudah minta tolong Mas Hanif untuk menolong kamu. Ga usah bingung.” “Emang isinya apa aja sih?” tanya Andin cepat-cepat ingin tahu.”Rahasia donk, buka aja pas sampai di Indonesia.” Kata Ikhsan semakin menambah penasaran cewek itu. Fauzi dan Ken hanya tersenyum melihatnya.”San, mumpung ketemu Andin, lamar aja langsung.” Bisik Fauzi
Sepanjang malam di Venice, Ikhsan memikirkan kata-kata Fauzi. Akh, terlalu cepat pikirnya Malah ngambek bisa celaka. Sebenarnya sih, mo nunggu apalagi. Baginya pacar-pacaran kayak orang lain nggak perlu, lagian dia sudah merasa cocok dengan Andina. Tapi dari sisi Andina apa ya sama dengan pemikirannya. Nah ini yang masih perlu ditelusuri lagi. Malam ini Andina juga terus memikirkan hunbungannya dengan Iksan. Pasti long distance. Apa bisa? Ga tahulah, yang penting jalani aja. Jodoh di tangan Allah, pikirnya.
===
Mas Hanif dan panitia tour yang lain tampak sibuk mempersiapkan diri. Mereka memastikan semua peserta sudah siap untuk berangkat. Kali ini Ikhsan beserta rekan harus mengikuti semua petunjuk Mas Hanif. Andina harus ikut rombongan sedangkan mereka harus mencari jalannya sendiri. Seperti biasalah janjian di tempat tujuan wisata.
Tempat pertama di Florence yang kita kunjungi adalah Duomo, sebuah gereja dengan kubah yang besar. Kubahnya sudah tampak dari kejauhan. Seperti tempat-tempat lain di Eropa, bangunan inipun mempunyai nilai seni yang tinggi. Apalagi lukisan yang ada dilangit-langit dalam kubah, benar-benar maha karya yang luar biasa. Didepannya ada lapangan yang banyak burung merpatinya juga. Rupanya teman-teman Andina sudah menunggu di sana. Sampai disini Andina tidak melupakan untuk menikmati es krim . Ehhmmmm.....bener-bener uenakkkk..... Selanjutnya menuju Palazzo Vecchio yang merupakan balai kota Florence. Bagi penyuka seni, Italia memang tempat wisata yang tepat. Patung-patung dan pahatan-pahatan yang unik menghiasi kota ini. Di Florence ada jembatan yang lolos dari serangan Perang Dunia II yaitu Ponte de Vecchio. Di sekitarnya ada butik-butik terkenal.
===
Selanjutnya baca TOUR GRATIS KE EROPA 4 (ROMA)
No comments:
Post a Comment