
Sebelumnya baca : TOUR GRATIS KE EROPA 1
Frankrut adalah sebuah kota di Jerman, di sepanjang jalan terdapat bangunan-bangunan yang beraksitektur khas Bavaria. Sayangnya, di Frankfrut cuma sebentar. Hanya mengunjungi Main Tower, jalan-jalan di Zeil Street dan city tour aja. Main Tower merupakan sebuah bangunan pencakar langit di Frankfrut am Main, Jerman. Bangunan ini memiliki tinggi 200 meter (termasuk menara transmisi 40 meter). Dari atas menara kita bisa menikmati pemandangan kota Frankfrut yang yang indah. Di lantai 53 ada sebuah restoran yang enak di sana terutama coktailnya. Arsitektur yang mewah nan menawan membuat betah berlama-lama di sana. Hari sudah malam ketika rombongan berjalan-jalan di Zeil street, sebuah pusat perbelanjaan di jantung kota Frankfrut. Di tempat itu Andin membeli sepasang sepatu dan beberapa sovenir. Mahal-mahal banget.
Pagi ini rombongan meneruskan perjalanan ke Belanda. Tujuan pertama adalah Koukenhof, sebuah taman bunga terbesar di Eropa yang terletak di Lesse. Di sana ada sekitar 7 juta bunga. Wow...bener-bener keren tuh taman. Seumur-umur baru tahu kalau ada bunga-bunga sebagus itu. Merah, kuning, ungu, orange semuanya indah. Bahkan di negara Indonesia yang beriklim tropispun, belum pernah ada taman bunga sebagus itu. Kata orang, belum ke Belanda kalau ga ke Koukenhof. Disatu sudut taman bunga tulip yang sedang bermekaran ada seorang cowok tengah duduk menanti seseorang. Dialah Ikhsan yang resah dan gelisah menunggu Andina.Sesekali dilihatnya jam tangan. Ada beberapa rombongan turis dari berbagai negara mulai berdatangan. Diteleponnya Mas Hanif tapi ga nyambung. Sementara itu Andina dan Mas Hanif memisahkan diri dari rombongan. Dia hanya diberitahu ada surprise untuknya karena memenangkan tebak-tebakan tadi malam. Cewek itu terus menebak-nebak, apa sih hadiahnya? Mereka menuju ke tempat Ikhsan yang sedang manyun. “Mas, banyak turis Indonesia di sini ya?” tanya Andin sambil menikmati pemandangan. Cowok tinggi putih itu ga memperhatikan pertanyaan Andin karena sedang sibuk mencari-cari seseorang. Mencari cowok Indonesia asli setinggi 171cm, berkacamata, berkulit putih , pake topi coklat tua, celana jeans, tas ransel hitam dan berjaket hitam. “Mas, lagi nyari siapa sih kok celingak-celinguk?” “Temen, dari Indonesia juga. Kita janjian di sini. Tiba-tiba tatapan mata Andin melihat seraut wajah yang dia kenal. Mirip Ikhsan di foto-fotonya. Tapi masa iya sih? “Ndin, kamu tunggu disini. Aku mau ke sana sebentar. Jangan pergi lho.” Mas Hanif berjalan menghampiri seseorang mirip Si Muka Tembok. “Ada apa ya.” Pikir Andin. Dilihatnya Mas Hanif ngobrol sebentar dengannya. “Ndin.....kesini donk....!” Mas Hanif melambaikan tangannya. “Iya Mas...!” Andin berlari-lari kecil menghampirinya. Belum sempat mengatur nafasnya, cowok bertopi itu menyapanya,“Din-Din....!” Gadis itu terbengong-bengong mendengarnya. Bukankah hanya Ikhsan yang tahu nickname itu. Spontan Ikhsan memeluk gadis yang telah lama dirindukannya itu. Anehnya, Andin ga berontak dipeluk. Sambil melepaskan pelukkannya Ikhsan berteriak,”Din-Din....ini aku Si Muka Tembok!” Ditatapnya penuh keheranan wajah cowok cakep itu. Dalam hati dia berkata,” Lebih cakep aslinya, sob.” Mas Hanif hanya tertawa-tawa menyaksikan mereka berdua. “Mas, kenapa ga bilang sih?” protes Andin. Akhirnya dia minta maaf dan menceritakan semuanya. Sengaja dibuat surprise gitu lho.... “Ikhsan, aku nitip Andin ya.. Aku bertanggung jawab atas semua peserta tour ini dan sampe jumpa nanti malam di Amsterdam.” Pesan Mas Hanif.
Wah, senengnya....menghabiskan sisa waktu tour Eropa bersama Ikhsan! Terima kasih ya Allah...Kau kabulkan doa hambamu ini. Andin teringat-ingat mimpinya bertemu Si Muka Tembok di tengah mekarnya bunga tulip. Dan sekarang.....semua nyata di depan mata. “Heh....ngapain senyum-senyum sendiri kayak orang gendeng aja.” Ikhsan menyenggol lengannya dan membuyarkan lamunannya. “Ndin, ini oleh-oleh buat kamu.” Diberikannya bingkisan dengan wadah berbentuk hati kepada sahabtanya itu. “Apa ini San.” “Ya buka aja.” Andina membukanya dengan hati-hati dan dia bersorak kegirangan melihat isinya. Ada coklat Swiss, bermacam-macam permen, dan kue-kue kering. “Terima kasih, Muka Tembok....” “Kamu persis kayak anak kecil yang dikasih permen ma Bapaknya.” Sindir Ikhsan tertawa lebar. “Bapaknya kamukan...” Meskipun baru bertemu muka sekali, mereka tampak tidak canggung lagi. Seperti pasangan kekasih yang kasmaran. Asyik bercerita,bersendu gurau dan berfoto sana-sini. Termasuk bercerita tentang sudah berlalunya hubungan asmara Ikhsan dengan Isyana. Ikhsan sebenarnya ragu untuk mengungkapkan rasa cintanya ke Andin tapi kapan lagi. Pikirnya inilah kesempatan terbaik untuknya. Mumpung di tengah musim semi yang romantis dan dikelilingi bunga tulip yang bermekaran. Wuihh...bisa romantis juga tuh cowok. Setelah bertukar cerita dari Sabang sampe Belanda akhirnya Ikhsan memberanikan diri untuk mengatakannya, “Din, aku mau ngomong sesuatu yang penting banget sekarang.” “Ya ngomong aja.” Ucap Andin yang tengah menikmati bunga-bunga yang eksotik. “Kita duduk di situ ya.” Ikhsan semakin berdebar-debar. “Ndin, sekarang pasang telinga baik-baik dan pusatkan perhatian ke aku n nggak pake lemot.” Pintanya dengan mimik serius. Andin mengerutkan keningnya dan bertanya-tanya mo ada apa gerangan. “Din-Din my magic friend, Aku cinta kamu.” Ucap Ikhsan dengan suara gemetar. Gadis cantik itu terdiam ga bisa bicara mendengarnya. “Ndin, kamu nggak marah kan?” Andina tersipu-sipu menatap Ikhsan trus ngomel-ngomel, “Ehhmmmm, kamu ini kenapa sih, baru ketemu langsung ngegombal. Dasar Muka Tembok. Pas bener ma nicknamemu.””Aku serius,lho...dan aku mau jawabnya ga pake lama. Kalau bisa, ya masih di Eropa.”Ikhsan tersenyum manis sambil mencubit lengan Andin. “Maksa banget sih, aku kan masih sok.” “Ok. Nggak maksa kok, tapi aku bener-bener dua rius. Aku cinta kamu Andina.” Kata cowok bertopi itu mengulangi kata-katanya.” Lelucon-lelucon Ikhsan mencairkan suasana hati Andin yang gundah. “San, apa yang bisa naik tapi ga bisa turun hayooo?” Akhirnya mau ngomong juga tuh anak. “Ya kamu itu, naik pohon ga bisa turun kalau nggak Kakekmu yang nurunin!” ejek Ikhsan.”Huh...bilang aja ga bisa nebak.””Emang apa Ndin....” “Orang naik Haji, San.” Jawab Andin cengengesan. Begitulah mereka, ngomong di telepon aja sering bertengkar, apalagi ketemu langsung. “Din-Din, kita ke Volendam yuk.” Ajak Ikhsan. “Akh....aku masih ingin berlama-lama disini.” Rajuk Andin. “Ndin, kamu cuma sebentar di Belanda, masa ga pingin tahu yang lain. Mau nggak berfoto pakek baju Belanda.” Rayunya sambil tersenyum manis. “Hah....mau donk, aku juga mau beli klompen Belanda..” teriak cewek yang doyan travelling itu kegirangan. “Aku janji deh, suatu saat aku akan ajak kamu kembali lagi kesini.” “Akh, yang bener.” “Bener! Catat deh di otakmu yang lemot itu.” Andin marah dibilang lemot. ”Catat juga janjimu di otakmu yang bebal itu!” seloroh Andin ga mau kalah.
Mereka meneruskan tour ke Volendam. Sesekali Ikhsan menyuruh Fauzi berhati-hati. Kebiasaan ngebut sih. Fauzi adalah teman Ikhsan yang sedang kuliah di Belanda. “Iya, San....aku ga ngebut lagi kok. Masa mbawa pengantin baru plesiran kok ngebut.” Goda Fauzi tertawa-tawa. “Guyon lho, Mbak...... Mbak mau mampir beli keju nggak, buat oleh-oleh?” “Mau sih, ntar bawanya gimana?” “Tenang aja Mbak, kita nanti yang packing. Pokoknya, pulang ke Indonesia harus bawa oleh-oleh yang banyak dari sini.” Tutur Fauzi dengan logat Jogja yang kental. “Iya Ndin, aku sudah siapin semuanya kok. Kamu pasti ga sempat berlama-lama memilih sovenir. Tinggal klompen yang belum, nanti kamu bisa pilih sendiri.” Jelas Ikhsan. Wahh...perhatian benar dia, ga sangka ya. Padahal kelihatannya cuek lho. Andin tiba-tiba teringat teh pesanan Ikhsan,“Oh ya, San...teh titipan kamu ada di hotel.” “Woalahhhh San...titipane kok sepele jee....” sela Fauzi.
Sampai disana mereka antri sebentar untuk foto memakai baju tradisional nelayan Belanda. Jadi teringat gambar yang ada di susu kaleng he..he... Ternyata banyak tokoh dari Indonesia yang berfoto disini. Ada foto Bu Megawati, almarhum Gus Dur dan beberapa artis Indonesia. Mereka mampir ke sebuah cafe untuk beristirahat.
“San, di Amsterdam kita masih sempat menyusuri kanal kan?” Andin tampak kecapekan dan menguap lebar. “Iya Ndin, disempat-sempatinlah. Kalau kamu nggak capek kita bisa bersepeda keliling kota.” Fauzi bercerita bahwa di Amsterdam sangat nyaman untuk bersepeda keliling kota. Ada jalur khusus sepeda, meskipun begitu kita tetap harus memperhatikan rambu-rambu lalu lintas yang ada karena ada juga jalur larangan bersepeda. Sepeda disana tanpa gigi dan tanpa rem tangan, jadi untuk yang belum terbiasa ya sulit juga. ”Berdoa wae Mbak, semoga perjalanan kita lancar. Kalau gitu aku agak ngebut yooo...”mohon Fauzi. “Hati-hati, Zik..” Andien berkali-kali menasihatinya. “Tenang wae, aku hafal daerah sini. Sering bawa wong plesiran.” Dan benar saja, Fauzi menyetir mobilnya dengan kecepatan extra dan syukurlah semua lancar-lancar saja. Akhirnya tiba juga di kota yang penuh kanal itu. “Kita ke Dam Square dulu ya.” Kata Fauzi sambil mencari tempat parkir mobil. “Mo mejengin merpati-merpati ya, Zi.” Goda Ikhsan sambil tersenyum. “Ah, kau ini. Mo ketemu temen sebentar, sekalian istirahat sebentar. Ndin kamu duduk-duduk wae sambil ngejar merpati ya...” Terang Fauzi. “Terserah kalian ajalah.” Andina tampak sudah kecapekan. Akhirnya mereka berdua ngobrol panjang lebar tentang perasaan masing-masing. Hati gadis itu berbunga-bunga karena sebenarnya dia juga jatuh cinta kepada Ikhsan tapi masih enggan mengungkapkannya. Masa sih mo langsung dijawab, ntar GR lagi. “Hoooi, yok praon yookkkk.....”teriak Fauzi. “What’s praon, Zi?” Ikhsan yang orang Jawa tapi lahir dan besar di Jakarta ga tahu apa itu praon. “Berperahu, San.” Jawab Andin.
Wah.....asyiknya berperahu menyusuri kanal-kanal. Cuaca dingin Amsterdam tidak mengurungkan niat Andina untuk meneruskan jalan-jalan di kota yang asyik ini. Sayangnya mereka tidak sempat membawanya melihat kincir angin di Eindhoven, tapi hanya ke Molen Van Sloten di Amsterdam. Yahh....sekedar mengobati rasa penasaran. Masa ke Belanda ga lihat kincir angin. Wah, di Indonesia sih juga ada, itu tuh.... yang dipasang di depan toko bakery terkenal. Semakin malam semakin ramai pengunjung. Turis dari berbagai negara memenuhi jalan-jalan di Amsterdam. Gemerlap lampu menambah pesona malam itu. Andina membeli beberapa oleh-oleh yang tidak ada di Indonesia. Mereka mampir untuk makan malam di sebuah restoran berlabel halal. “Beginilah Ndin suasana Belanda, gimana kesanmu?” Fauzi menikmati kentang goreng kesukaannya. “Indah sekali...bersih...asyik juga tinggal lebih lama disini. Banyak restoran yang berlabel halal.” “Tinggal selamanya di sini juga boleh kok.” Bisik Ikhsan di telinga Din-Din. Wajahnya langsung memerah . “Halah......takut kedengaran ya, pake bisik-bisik. Wis to San, lamar wae langsung. Mumpung ketemu. Kapan lagi ketemu maneh.” Sela Fauzi tiba-tiba. Mereka berdua hanya terdiam dan saling bertatapan. Setelah puas menikmati Amsterdam di waktu malam, mereka mengantar Andin kembali ke hotel. “Ndin, mana tehnya?” Ikhsan mengingatkan Andin yang terkantuk-kantuk. “Ndin, ma kasih tehnya,sampe jumpa besok lho....” Ikhsan senang sekali mendapatkan teh yang terakhir diminumnya 4 bulan yang lalu itu. “Kita akan selalu setia menemanimu sepanjang tour, Ndin. Jangan kuatir....See U.” Kumat deh, kenorakan wong Jogja itu. “Udah Ndin yaa....kapan-kapan kalau ke sini lagi kita bersepeda sepuasnya.” Hibur Fauzi yang ga tega melihat Andina ga sempat bersepeda ke flower market.
===
No comments:
Post a Comment