NONA NANA EPISODE 5 - SEBUAH HARAPAN 2 (KEPASTIAN YANG DATANG DISELA DOA)

Kisah ini menceritakan seorang wanita karier yang mendapat julukan 'Nona Nana' dari teman-temannya.  Dia  gambaran seorang gadis dari desa yang yang berpendidikan tinggi dan berkarir mapan di kota. Inilah kisah lika-liku seorang wanita karier lengkap dengan segala tantangan dan ujian yang dialaminya.      

Sebelumnya baca : SEBUAH HARAPAN 1       


SEBUAH HARAPAN 2 (KEPASTIAN YANG DATANG DISELA DOA)

Perjalanan dini hari itu lancar sekali.  Sesekali terdengar sendau gurau di antara mereka.  Nona Nana memang sudah akrab dengan keluarga Fariz termasuk dengan orang tuanya.  “Mbak, nggak tidur nih.” Sapa Adi yang sedang pegang kemudi. “ Ga bisa tidur, Di. Lagian nemenin kamu nyopir kan.  Tuh lihat Masmu molor.” Balas Nana dengan suara parau.”Mas Fariz emang capek, Mbak. Habis mbantuin Bapak mbetulin genting bocor ma aku.” Gurau Adi. Dasar Nana, tak lama kemudian diapun ngikut molor. Tinggal Adi sendiri yang membawa laju mobil menembus kabut pagi.
               Adi membangunkan Fariz dan Nana ketika mobil memasuki bundaran Waru.  “Di, emang kamu kuliah jam berapa?” tanya Nana. “Ga ada kuliah sih, tapi janjian sama Dosenku jam 6 malam.” Belum ada jam 5 pagi mobil berhenti di depan tempat kos Nona Nana. Titi  tampak menyapu halaman depan.  “Ga minum dulu, Mas.” Sapa Titi. “Ma kasih, Ti. Besok aja kesini lagi.” Teriak Fariz.  Lumayan nih, masih bisa istirahat. Tempat kos Nana masih sepi. Banyak yang masih pulang kampung.
               Kantor masih sepi, hanya motor Mbak Ma dan Mbak Nat yang terlihat di parkiran kantor. Nona Nana dikagetkan dengan teriakan Mbak Nat yang terkenal cablak dan suka mengurusi pribadi orang lain. “Non, dari mana semalaman dengan Pak Fariz? Kok baru sampe jam 5 pagi.” Aduh, mati aku, kok dia tahu ya – bisik Nona Nana dalam hati. “ Dia jemput aku dari stasiun, Mbak.  Aku liburan kemarin ke Jakarta. Keluarga pada ngumpul di sana. Ga percaya?” elak Nona Nana.  Dia terpaksa berbohong untuk menghindari fitnah yang mungkin saja akan disebar si mulut cablak itu. Tapi dia bingung – mo dikemanakan oleh-oleh yang dibawanya dari kampung. Trus titipan Pak Bos gimana?  Terpaksa Nona Nana menaruh tas plastik besar di ruangannya secepatnya.  Mulut Mbak Nat yang terus ngoceh bak burung habis sarapan pisang  ga digubrisnya.  Mbak Ma mengikutinya dari belakang. “Mbak si cablak itu tahu darimana ya?” “Oh, tadi pagi dia telepon hpmu tapi ga aktif trus dia telepon tempat kosmu. Katanya sih mo nanya telepon Pak Bos. Nah, jadi tahu deh.””Wah, bisa jadi headline news nih.””Na, itu oleh-oleh dari kampung ya. Ayo cepat buka.”perintah Mbak Ma yang secepatnya ingin menikmati enting-enting favoritnya. “Jangan dulu Mbak..ntar ketahuan bohong. Mana ada sih, makanan kayak gini dari Bekasi.” Cegah Nona Nana dengan mulut manyun. “Ya udah, kalo gitu masukin ke lemari file. Mumpung anak-anak  lain belum datang.” Mbak Ma secepatnya mengeluarkan isi lemari seperlunya. Nona Nanapun segera memindahkan tasnya ke lemari file dan menguncinya. “Mbak, titipan Pak Bos piye iki.” Mereka berpikir sejenak dan mendiskusikannya.  Akhirnya diambil keputusan kalau oleh-olehnya langsung diantar ke rumah pak Bos.  Beruntung, Pak Bos masih cuti dan baru masuk Senin depan.  Untungnya lagi, oleh-oleh yang dibawa dari kampung berupa makanan ringan yang tahan sampai 2 bulan.
               Apa yang ditakutkan Nona Nana terjadi.  Ron, Vic dan Adri menggodainya habis-habisan.  Berita jadi dibesar-besarkan. Bahkan ada yang curiga kalo Nona Nana dan Pak Fariz habis week end berdua.  Wow, fitnah habis dah. Tak tahan dengan keadaan, dia mengajak Mbak Ma untuk sarapan pagi di warung soto sebelah kantor.  Kemudian dia menelepon Mas Fariz, maksudnya biar kompak bohongnya he..he...kan bohong demi kebaikan, sekali-sekali bolehlah.  Fariz tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Kasihan dia, harus menghadapinya sendiri. “Ya sudahlah Non, biarin aja.  Kalo ada yang nanya ke aku, tak jelasin. Kalo ga ya kita diam aja. Kitakan artis..” Gurau Fariz melegakan hati Nona Nana. “Non, besok ada meeting di kantormu. Siapin semua ya.” Kata-kata Fariz membuatnya kuatir.  Jangan-jangan....”Na, sudah...ga usah dipikir. Biarin ajalah.  Soto keburu dingin lho.” Nasihat Mbak Ma sambil mengunyah krupuknya. “Besok meeting disini lagi...” gerutunya.  Mereka cepat-cepat menghabiskan sotonya karena keburu siang.
==
               Pulang dari kantor Nona Nana langsung merebahkan diri di tempat tidur. Dinyalakannya kipas angin dengan kecepatan tertinggi.  Terdengar alunan merdu lagu-lagu nostalgia  dari radionya. Kejadian tadi pagi betul-betul membuatnya bingung. Apa dia harus memastikannya lagi ke Mas Fariz? Andaikan saja...... Akh...sudahlah serahkan pada Allah saja.  Semoga Allah kasih yang terbaik buat aku.  Mulai malam itu, Nona Nana berniat untuk lebih rajin melakukan sholat Tahajud dan sholat Hajad. Keinginannya hanya satu yaitu menyenangkan hati Sang Ibu.
               Hari-hari dilalui Nona Nana dengan penuh semangat.  Hari ini pekerjaan di kantor santai sekali, semua laporan sudah diselesaikannya dengan sukses.  Wah, asyik bisa facebookan nih sampe puas. Dibukanya facebook dengan mata berbinar, siapa tahu ada berita gembira. Hemm...ada foto terbaru dari keponakannya yang lucu banget.  Sedang asyi-asyiknya berfacebook, ponselnya berbunyi. Ternyata Tian sahabat Mas Elka yang telepon. “Assalamualikum, Mas.””Waalaikumsalam...Na...” “Mas, yak opo kabare, lama tak jumpa.” Sapa Nona Nana. “Apik, Na. Kamu sendiri  gimana?” balas Tian. “Ya baik-baik saja.”jawab Nana sambil terus berface book. ”Na,  apa bener Elka mo pindah kerja ke Australia?” tanya Tian.  Seperti disambar geledek di siang bolong dia  mendengar berita itu. “Apa Mas, Australia?” spontan dia berteriak.  “Ssstttt....jangan teriak donk, aku juga lagi terima telepon nih.” Protes Mbak Ma yang satu ruang dengan Nona Nana. “ Mas gimana ga kaget, ada kabar seheboh ini kok aku ga tahu. Malah tahu dari kamu. Mas Elka ga ngomong apa-apa tentang ini. Dia cuma cerita kalau ga betah di lokasi yang baru – terlalu pedalaman gitu..“ “Na, tenang dulu ya. Emang kamu ga tahu sama sekali tentang itu?” potong Tian.”Ya enggaklah Mas. Emang kamu tahu dari mana?” “ Semalam Aldi cerita ke aku. Katanya, dia dan Elka ditawari kerja di Australia. Kalau Aldi sih ga mau tapi Elka sudah proses seleksi dan kemungkinan besar dia diterima. Nah, kalau diterima bulan Desember nanti harus berangkat.”  Tian bercerita dengan hati-hati.  “Desember...Mas..” dia tidak sanggup meneruskan kata-katanya.  “Na, kamu tenang ya...sorry ya....Eh..udah dulu ya, nanti tak telepon lagi.” Tian menutup teleponnya dengan salam.  Tian sempat heran juga, ada apa sebenarnya dengan mereka berdua.  Kelihatannya hubungan mereka masih baik-baik saja tapi kenapa hal sepenting ini Elka ga cerita ke Nana? Apa mo bikin kejutan akhir tahun? Sejuta tanya terbersit di otaknya. Ehmm..Elka juga ga cerita ke dia, dia tahu dari Aldi. 
               Nona Nana belum bisa memastikan apa yang sebenarnya terjadi pada kekasihnya.  Sama dengan Tian, diapun bertanya-tanya ada apa gerangan? Mas Elka memang tipe orang yang suka bikin kejutan, sama dengan Mas Fariz. Semoga saja dia memang hanya bikin kejutan.   Lagian belum pasti diterima nggaknya kan? Pikirnya untuk menenangkan diri.  Kali ini dia memilih pura-pura tidak tahu. Meskipun begitu cerita dari Tian tadi memaksanya untuk berandai-andai.  Andai saja diterima gimana dengan hubungan mereka.  Padahal saat ini dia harus memastikan hubungannya dengan Mas Elka.  Berarti dia harus lebih cepat menentukannya.  Nona Nana memutuskan untuk menyiapkan mentalnya supaya siap menghadapi apapun yang terjadi.   Orang tua mendidiknya untuk tidak boleh lemah dan putus asa bila menghadapi masalah seberat apapun. Sekali lagi, Nona Nana hanya bisa berdoa kepada Allah agar Allah memberikan apa yang terbaik bagi dirinya.                        
               Pulang kantor Mbak Ma mengajaknya makan sate ayam Ponorogo di dekat tempat kosnya.  Sate di tempat itu enak banget tapi kali ini Nona Nana ga begitu menikmatinya. Hatinya tidak tenang karena menunggu telepon dari Mas Elka. Mbak Ma kayaknya tahu kalau sahabatnya itu sedang mengalami sesuatu yang  membingungkan. Makanya mereka tak berlama-lama disana, begitu selesai makan mereka langsung pulang.
               Malam itu Nona Nana sedang bercengkrama dengan Hastin sambil menikmati mufin keju buatan Ibunya Hastin.  Acara di televisi sedang menayangkan sebuah acara komedi yang membuat mereka tertawa terbahak-bahak.  “Tin, kok ga telepon-telepon ya?” tanya Nona Nana sambil meletakkan  ponselnya di tempat tidur. “Sabar Mbak, mungkin dia masih sibuk.” Hibur Hastin. “Sesibuk-sibuknya dia ga pernah lupa hubungi aku, Tin. Tapi ini sudah 3 hari tidak ada kabar sama sekali. Apa beratnya sms sih.” Gerutu Nona Nana. “Apa salahnya Mbak yang telepon.” Saran Hastin. “Wong, aku emang sengaja ga telepon kok. Ya, pura-pura ga tahu tentang rencananya yang konyol itu.”  Nona Nana membetulkan letak selimutnya yang jatuh ke lantai kemudian diambilnya ponsel dan diteleponnya Mas Elka.  Tapi apa yang terjadi, ponselnya off. Dicobanya berulang kali tapi tetap ga ada jawaban.  Akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi rumah dinas yang ditempati Mas Elka.  Telepon diangkat Aldi teman sekantor Mas Elka yang tinggal ditempat yang sama. Tanpa basa-basi Nona Nana langsung menanyakan dimana Mas Elka berada. Aldi gelagapan menjawabnya,”Na, Elka ke Sidney 2 hari yang lalu.” “Jadi apa yang dibilang Mas Tian bener ya?” Nona Nana menahan tangis mendengar cerita Aldi. Aldi menceritakannya mulai dari awal.  Elka memang tidak betah berada di tempat barunya karena itu ketika perusahaan yang bekerja sama dengan tempat Elka bekerja sekarang menawarinya untuk bergabung, Elka mencobanya.  Tak disangka semua berjalan mulus dan akhirnya Elka diterima. Wah, bener-bener keterlaluan Mas Elka.  Kok tega gitu lho...Saking tegangnya, ponselnya terjatuh dari genggamannya. Hastin kaget melihat sahabatnya berurai air mata. Spontan dipeluknya sahabatnya itu dan menenangkannya. Nona Nana kemudian menceritakan apa yang terjadi..Hastin hanya diam terpaku belum berani berkomentar.  Nona Nanapun belum tahu apa yang harus dilakukannya. Semalaman dia menunggui Nona Nana sampai tertidur.    
==
               Pagi itu Nona Nana tidak masuk kantor. Bukan kenapa-kenapa, cuma matanya lho bengkak karena semalaman menangis. Mumpung ga ngantor, dia bersiap-siap untuk menulis e-mail ke Mas Elka.  Pokoknya semua harus jelas sejelas-jelasnya. Baru beberapa kalimat ditulisnya, kemudian ponselnya berbunyi. Begitu yang muncul nomor tak dikenal ditutupnya ponsel warna merah itu. Begitu sampai 2 kali, akhirnya dimatikannya ponselnya.  Telepon rumah berdering-dering tapi ga ada yang mengangkatnya.  Terpaksa dia mengangkat telepon menyebalkan itu.  Tempat kosnya sepi, teman-teman sudah berangkat semua.  Begitu dia mendengar siapa yang telepon, bergetar seluruh tubuhnya.  Makhluk yang dinantinya akhirnya telepon juga. Ditariknya napas dalam-dalam untuk meredakan amarah. “Na, kamu sakit apa kok ga masuk kantor.” Elka bertanya dengan suara pelan.”Siapa yang sakit, aku ga sakit cuma kesambet aja.” “Trus kenapa juga ga mau angkat hp n hp mbok  matikan.” Kata Elka ga mau kalah.  Begitulah mereka, pasti deh engkel-engkelan. Akhirnya Elka menceritakan semua apa yang terjadi.  Sebenarnya Elka sendiri masih ragu untuk pindah kerja makanya dia belum berani cerita ke Nona Nana. Karena dia sudah pasti diterima bekerja di Sidney dia harus minta pertimbangan dengan kekasihnya. Elka sendiri juga ga sangka kalau diterima. Mereka sepakat untuk ketemu hari Sabtu di Surabaya.
               Lama sekali menunggu datangnya hari Sabtu.  Sambil menunggu hari mendebarkan itu, Nona Nana mempersiapkan pertimbangan-pertimbangan yang akan disampaikannya ke Mas Elka.  Meskipun Mas Elka kekasihnya, dia berhak menentukan nasibnya sendiri dan Nona Nana menghargai apapun keputusan mereka nanti.  Semakin serius dia berdoa. Apakah ini jawaban dari Allah atas doa-doanya selama ini ?  Ya Allah, beri yang terbaik untuk hambamu ini.
               Akhirnya hari Sabtu yang ditunggu-tunggu tiba. Mas Elka dari Sidney langsung menuju Surabaya. Pukul 7 malam Mas Elka datang ke tempat kos Nona Nana.  Tapi anehnya pertemuan kali ini dingin, sedingin cuaca kota Surabaya malam ini. Malam itu mereka makan malam di restoran favorit  mereka di dekat Universitas Airlangga. Malam itu mereka membicarakan masalah yang mereka hadapi dengan kepala dingin. Waktu menunjukkan pukul 10 malam, tapi belum ada kata sepakat diantara mereka.  Mereka memutuskan untuk memberi keputusan final besok pagi.  Dan...malam ini mereka berdua harus bisa menentukan jalan hidup masing-masing.
               Setelah lama berpikir, akhirnya Nona Nana dapat membuat keputusan. Pagi itu mereka berolah raga pagi ke tempat favorit mereka dahulu, di sebuah tempat olah raga yang cukup terkenal di Surabaya.  Baru jam setengah enam pagi, tapi  sudah ramai dengan orang yang berolah raga.  Banyak pedagang kaki lima menawarkan berbagai produk yang menarik. Elka dan Nona Nana berlari-lari kecil sambil bersendau gurau. Bahagia sekali tampaknya. Setelah setengah jam berkeliling lapangan, mereka beristirahat sambil duduk-duduk. “Na, beli lumpia Semarang yok...” ajak Elka sambil mengusap keringatnya. “He...kangen ya....Ok, habis gitu baru kita buat keputusan.”kata Nana mengingatkan Elka.  Dia heran, kenapa Mas Elka masih tenang-tenang saja menghadapinya padahal dirinya sudah ngempet ingin menumpahkan semua uneg-unegnya. “Na, tenang dulu ya, sabar...”.hibur Elka. “Mbak, lumpianya 2 kotak ya...” “Ih, kelaparan ya.””Biarin, kamu tunggu di sini aja, aku mo beli minum.”  Elka berlalu begitu saja.  Sambil menunggu pesanan Nana terdiam seribu kata – iyalah ga ada temen ngobrol.
               Akhirnya mereka mengungkapkan uneg-uneg masing-masing sambil menikmati yumminya lumpia Semarang. Elka mendapat giliran pertama menyampaikan isi hatinya. Elka menceritakan apa yang terjadi sampai dia nekad menerima tawaran dari Mr. Ferderick. Itu semata-mata untuk masa depannya.  Dia tidak bisa kalau harus hidup berpindah-pindah dari pulau satu ke pulau lainnya sampai pensiun. Kalau ditempatkan di Ibukota propinsi masih ok, lha kalu di tempat terpencil seperti saat ini, hayooo siapa yang tahan. Gimana kalau sudah berkeluarga coba? Apa sekolah anak-anaknya harus berpindah-pindah melulu. “Na, apa ya kamu bisa hidup berpindah-pindah seperti itu?” pertanyaan Mas Elka yang mendadak, mengagetkan Nona Nana. “Maksudnya?” Wah masih nanya dia-ga ngeh...”Dasar lemot, maksudku...kalau kamu jadi istriku trus hidup berpindah-pindah apa ya bisa.  Kamukan alergian. Kepanasan gatal-gatal, tidur harus berkasur busa, makan telur bonongen (bisulan) de el el.” Cerocos Elka sambil mencubit pipi kekasihnya. Nona Nana ga sangka kalau kekasihnya sampai berpikir sejauh itu.  Dia sendiri ga berpikir sampai ke sana. Yang ada di otaknya hanya secepatnya menikah dengan Mas Elka. Tenggorokannya serasa tercekat dan tidak bisa berkata apa-apa. Saking terharunya. “Na, kenapa diam. Kesambet jin antik ya.” Goda Elka sambil mencubit Nana yang diam terpaku. ”Kamu itu jinnnya. Apaan sih, sampe segitunya. Mas, aku ga pernah berpikir sampai sedetil itu. Yang ada di otakku hanya...hanya...bisa secepatnya menikah dengan Mas.” Komentarnya dengan terbata-bata dan wajah yang memerah tersipu malu. “Waduh...berarti lamaranku langsung diterima donk.” Elka tertawa terbahak-bahak melihat wajah aneh Nana. “Kapan kamu lamar aku .””Lho, tadi aku kan bilang – kalau kamu jadi istriku...Akh...ga bisa direpeat dah.
Kamu sih, diajak ngomong serius malah lemot.” “I am sorry honey, trus kelanjutannya gimana?” Nona Nana mengajukan tantangannya ke Mas Elka. “Waduh...udah kebelet kawin ya....” “Dasar cowok, otak ngeres.” Aduh senengnya melihat mereka bercanda mesra. “Na, kamu ini setuju ga kalau Masmu yang ganteng ini pindah job ke Sidney?” Elka memasang mimik serius tapi tenang kali ini. Menghadapi Nona Nana harus hati-hati dan sabar.  “Melihat alasan Mas yang seserius itu dengan masa depan , ya aku ok-ok aja. Itu hak Mas Elka untuk menentukan yang terbaik bagi masa depan Mas. Tapi tambah jauh donk jarak kita.  Mo ngapel ke sana butuh biaya besar. Trus nasib hubungan kita gimana?” Tegas Nana sambil mengusap air mata yang tidak bisa ditahannya. “Lhoh...jangan nangis adik manis....ntar aku bisa digebukin orang. Udah diam...” Elka menenangkan kekasihnya dengan memberikannya minuman dingin. “Na, kuasai diri kamu dulu. Kalau sudah tenang baru kita lanjutkan pembicaraan kita.” Itulah Elka, sosok yang tenang dan berkepala dingin dalam menghadapi masalah. Tak heran kalau kariernya terus melonjak.  Dan itulah Nona Nana, agak emosional.  Sikap Elka bisa mengimbangi karakter Nana.  
               Nona Nana menghabiskan teh botolnya, dinginnya menenangkan dirinya yang galau. “Na, siapkan telinga baik-baik dan konsentrasi ya.  Jangan lupa siapkan mental untuk menerima kenyataan.” Perintahnya dengan wajah serius tapi menahan tawa. Kebiasaan Elka yang menyebalkan. “Ok. Aku sudah siap mendengar keputusanmu.” Balas Nana ga kalah serius. “Aduh, santai aja lagi Non.” “Iya...iya...””Na, kita pulang yok...mandi dulu.” Kata-kata Elka yang santai membuat Nana jengkel dan memukul lengan Elka keras-keras. “Aduh, kamu ini apa-apaan sih, sakit tahu.” “Kamu juga sih...” “Sudah, ayo pulang dulu. Jam 12 siang tak jemput lagi. Kita makan siang   bareng. Obrolannya nanti aja diteruskan.” Kali ini, Elka sengaja mengulur waktu. Karena dia juga sedang grogi untuk mengungkapkan perasaannya ke Nana. Tangannya merogoh saku celananya.  Bungkusan kecil yang disiapkannya untuk Nana belum diberikannya.  Masa sih, ngelamar cewek di lapangan olah raga. Ga romantis banget he..he..he...Dengan wajah ceria dua orang yang sedang kasmaran tersebut meninggalkan lapangan olah raga yang sudah sepi.
==
               Kali ini Elka sengaja mengajak Nona Nana makan siang di sebuah restoran  mewah di Surabaya. Sebuah restoran baru dengan menu masakan Barat.  “Mas, kenapa milih tempat disini sih?” “Akh, ga pa-pa.  Aku sudah reservasi di  3 restoran favorit kita, tapi hanya  disini yang VIP roomnya kosong jam 12.30.” Nona Nana heran dengan sikap Mas Elka. Ga biasanya lho dia reservasi restoran, biasanya Nana yang disuruh. Tempatnya romantis banget.  Setelah berbasa-basi sebentar, akhirnya Elka menjelaskan tujuan utama pertemuan mereka.  “Na,siapin mental, pasang telinga, dan konsentrasi.” Nona Nana mengernyitkan keningnya dan tersenyum sebel. “Na, aku sedang nyari Ibu RT, kamu mau gak?” kata-kata Mas Elka yang spontan membuat Nona Nana tertawa terbahak-bahak. “Bu RT piye to?””Na, aku serius, jangan ditertawakan.”Nona Nana terdiam dan menghentikan makan pienya. “Na, maksudku aku cari ibu rumah tangga dan kamu mau nggak jadi istriku?!” wajah Elka memerah saking seriusnya. Nona Nana meminum lemon teanya untuk meredakan gejolak hatinya. “Yang bener, Mas. Kamu mau nerima kekuranganku?” Tanya Nana seolah-olah tak percaya. “Ya jelas maulah.  Kamu pikir aku pindah kerja hanya untuk nuruti egoku. Aku mikirin kamu juga. Aku tahu kamu ga mungkin bisa hidup berpindah-pindah karena kondisi kesehatanmu. Makanya tak kusia-siakan kesempatan itu.” Jawaban Elka begitu melegakan hatinya. Dengan wajah berbinar-binar dijawabnya dengan pasti  lamaran Elka. “Mas, aku mau jadi Bu RT.” “Ha..ha...ha...tuh kan langsung diterima.” Gurau Elka. “Ma kasih, Na. Februari aku mau ‘sowan’ (berkunjung) ke orang tuamu. Sekarang akan kuikatkan kalung ini sebagai tanda jadi....” Begitulah Elka, jadi cowok ga ada romantisnya, to the point ajalah. Tanpa basa-basi. Dengan penuh kasih dipasangkannya seuntai kalung berliontin bunga mawar ke leher Nana yang jenjang. Bahagianya hari ini, kepastian tentang  Mas Elka telah diperoleh Nona Nana. “Mas makasih ya....” jawab Nona Nana menahan tangis. “Na...tahan! Jangan nangis di depan umum. Pamali tahu!” Bisik Elka. “Siapa juga yang mau nangis, aku nahan tawa tahu...! balasnya dengan mencubit lengan Elka. Jadi deh cubi-cubitan. “Mas, kenapa pilih liontin mawar?” Nana memandangi kalung yang baru dibelikan Elka dengan penuh cinta.”Aduh, jelek ya Na? Kalau emang kamu ga suka nanti aku pesankan sesuai keinginanmu. Maaf, itu yang terindah diantara yang indah di toko itu. Itu menurutku sih. Aku ga punya waktu banyak memilihnya. Maaf, kalau tidak sesuai seleramu.” Elka menjawabnya dengan nada khawatir. “Aduh Mass...Mas....kok segitunya sih...Tumben seleramu kali ini elegan banget. Tahu nggak...ini kalung yang sudah lama kuimpikan, sayang....ma kasih ya.” Puji Nana dengan mesra. Lega hati Elka mendengarnya. Nanapun bahagia banget karena impiannya untuk menikah secepatnya akan tercapai.
==
               Sore ini begitu indah.  Langit  bersemu merah menambah cerah hari sehabis hujan.  Tetapi sebentar lagi dia harus terpisah jarak yang jauh dengan kekasihnya. Jam 7 malam nanti Mas Elka akan berangkat ke Sidney. Nona Nana bersiap-siap untuk mengantarnya.  Dia meminta Atik untuk mengantarnya ke Bandara Juanda.
               Di ruang tunggu tampak Elka bersama keluarganya. Dijabatnya tangan orang tua Elka dan kedua adiknya.  Tak lama kemudian Elka bersiap-siap untuk menuju pesawat. Diciumnya orangtua, kedua adiknya dan tak lupa kekasih tercintanya. Setengah jam kemudian pesawat benar-benar membawa Elka pergi meninggalkan Indonesia. Meninggalkan sejuta asa  untuk menyongsong masa depan gemilang.


Tunggu Episode Selanjutnya dari NONA NANA

No comments:

Post a Comment