MENERIMA KENYATAAN (SABAR 2)


     
     Dina adalah seorang gadis yang biasa-biasa saja. Wajah dan postur tubuhnya biasa saja. Intelegensinya termasuk cerdas meskipun tidak tercerdas. Dia juga jago menulis. Beberapa tulisannya dimuat di majalah wanita dan koran nasional. Sekarang dia sedang menyelesaikan novelnya tentang seorang gadis kesepian yang berkawan dengan narkoba. Ini berlawanan dengan adiknya yang cantik, berpostur tubuh sempurna tetapi kecerdasannya biasa-biasa saja.  Orang tuanya selalu memuji sang adik karena beberapa prestasi yang diraihnya di beberapa kontes kecantikan. Pada waktu keluarganya pergi bersama-sama, Dina sering merasa minder karena teman-teman orang tuanya sering memuji kecantikan adiknya. Kelebihan Dina benar-benar terlupakan.
     Dina berhasil menyelesaikan kuliahnya tepat waktu dengan IPK yang memuaskan. Kini saatnya Dina mencari kerja sesuai pendidikannya di jurusan Akuntansi. Orang tuanya ingin anaknya menjadi ‘orang kantoran’ seperti yang lainnya. Karena orang tuanya tidak punya koneksi, dia harus bertarung melawan ribuan job seeker yang lain. Hampir 2 tahun dia melamar kerja di berbagai tempat, tapi tidak jua mendapatkannya. Bahkan dia rela menerima gaji berapapun asalkan dapat bekerja kantoran. Nasib baik belum berpihak padanya. Sebenarnya dia tidak full pengangguran karena dari tulisannya dia dapat menghasilkan uang dan mencukupi kebutuhannya sendiri. Tapi itu belum cukup untuk memuaskan orang tuanya. Keinginan orang tuanya hanya 1, anaknya kerja kantoran. Karena mereka senang melihat wanita pekerja kantoran yang selalu tampil cantik,wangi, pakai high heels dan berwawasan luas serta masa depannya lebih terjamin.
     Tak terasa, sang adik yang cantik jelita sudah lulus kuliah juga. Dia diwisuda menjadi Sarjana Hukum kemarin siang. Tentu saja dengan IPK yang pas-pasan.  Saatnya bagi dia untuk mencari kerja kantoran sesuai keinginan orang tua. Wah, tak dinyana hanya selang 4 bulan setelah lulus, sang adik diterima di sebuah bank swasta dengan jabatan customer service. Ya Tuhan, betapa nelangsa hati Dina. Dirinya yang punya IPK memuaskan, 2 tahun belum dapat kerja kantoran dan ini hampir membuatnya frustrasi. Orang tuanya terus-terusan memarahinya dan membanding-bandingkannya dengan adiknya. Ya Tuhan andai diriku cantik, pasti aku sudah kerja kantoran. Dina merasa Tuhan tidak adil. Bude dan tantenya hanya menyarankannya untuk bersabar, terus berusaha dan berdoa.
     Sebagai orang tua hendaknya kita harus berbuat adil terhadap anak-anak yang kita miliki. Janganlah membanding-bandingkan kekurangan dan kelebihan mereka terlalu keras karena bisa berakibat positif dan negatif, tergantung dari pribadi si anak. Seharusnya malah bersyukur dikaruniai  anak-anak yang normal, cerdas dan sehat. Kalaupun mereka punya kekurangan, terimalah. Rubahlah kekurangan yang ada menjadi  sebuah kelebihan yang luar biasa. Bukankah rejeki tidak hanya dari kerja kantoran? Kecerdasan Dina bisa diarahkan kebidang lainnya. Dia jago menulis, kalau ditekuni  bisa menghasilkan uang melebihi pekerja kantoran. Dan tentu saja bisa mendapatkan masa depan yang gemilang, bahkan bisa mendirikan kantor sendiri. Kalau dipikir-pikir, kerja kantoran (swasta) kalau di-PHK juga susah. Semua profesi punya resiko masing-masing.   
     Bersabar pada cerita diatas adalah kita harus menerima kenyataan yang ada dan tidak boleh putus asa, kita senantiasa harus berusaha dan berdoa sampai suatu saat Tuhan akan mengabulkan doa-doa kita. Renungkan!   
        

No comments:

Post a Comment