Dina adalah seorang gadis yang
biasa-biasa saja. Wajah dan postur tubuhnya biasa saja. Intelegensinya termasuk
cerdas meskipun tidak tercerdas. Dia juga jago menulis. Beberapa tulisannya
dimuat di majalah wanita dan koran nasional. Sekarang dia sedang menyelesaikan
novelnya tentang seorang gadis kesepian yang berkawan dengan narkoba. Ini
berlawanan dengan adiknya yang cantik, berpostur tubuh sempurna tetapi
kecerdasannya biasa-biasa saja. Orang
tuanya selalu memuji sang adik karena beberapa prestasi yang diraihnya di
beberapa kontes kecantikan. Pada waktu keluarganya pergi bersama-sama, Dina
sering merasa minder karena teman-teman orang tuanya sering memuji kecantikan
adiknya. Kelebihan Dina benar-benar terlupakan.
Dina berhasil menyelesaikan
kuliahnya tepat waktu dengan IPK yang memuaskan. Kini saatnya Dina mencari
kerja sesuai pendidikannya di jurusan Akuntansi. Orang tuanya ingin anaknya
menjadi ‘orang kantoran’ seperti yang lainnya. Karena orang tuanya tidak punya
koneksi, dia harus bertarung melawan ribuan job seeker yang lain. Hampir 2
tahun dia melamar kerja di berbagai tempat, tapi tidak jua mendapatkannya.
Bahkan dia rela menerima gaji berapapun asalkan dapat bekerja kantoran. Nasib
baik belum berpihak padanya. Sebenarnya dia tidak full pengangguran karena dari
tulisannya dia dapat menghasilkan uang dan mencukupi kebutuhannya sendiri. Tapi
itu belum cukup untuk memuaskan orang tuanya. Keinginan orang tuanya hanya 1,
anaknya kerja kantoran. Karena mereka senang melihat wanita pekerja kantoran
yang selalu tampil cantik,wangi, pakai high heels dan berwawasan luas serta
masa depannya lebih terjamin.
Tak terasa, sang adik yang
cantik jelita sudah lulus kuliah juga. Dia diwisuda menjadi Sarjana Hukum
kemarin siang. Tentu saja dengan IPK yang pas-pasan. Saatnya bagi dia untuk mencari kerja kantoran
sesuai keinginan orang tua. Wah, tak dinyana hanya selang 4 bulan setelah
lulus, sang adik diterima di sebuah bank swasta dengan jabatan customer
service. Ya Tuhan, betapa nelangsa hati Dina. Dirinya yang punya IPK memuaskan,
2 tahun belum dapat kerja kantoran dan ini hampir membuatnya frustrasi. Orang
tuanya terus-terusan memarahinya dan membanding-bandingkannya dengan adiknya.
Ya Tuhan andai diriku cantik, pasti aku sudah kerja kantoran. Dina merasa Tuhan
tidak adil. Bude dan tantenya hanya menyarankannya untuk bersabar, terus berusaha dan berdoa.
Sebagai orang tua hendaknya kita
harus berbuat adil terhadap anak-anak yang kita miliki. Janganlah
membanding-bandingkan kekurangan dan kelebihan mereka terlalu keras karena bisa
berakibat positif dan negatif, tergantung dari pribadi si anak. Seharusnya malah
bersyukur dikaruniai anak-anak yang
normal, cerdas dan sehat. Kalaupun mereka punya kekurangan, terimalah. Rubahlah
kekurangan yang ada menjadi sebuah
kelebihan yang luar biasa. Bukankah rejeki tidak hanya dari kerja kantoran?
Kecerdasan Dina bisa diarahkan kebidang lainnya. Dia jago menulis, kalau
ditekuni bisa menghasilkan uang melebihi
pekerja kantoran. Dan tentu saja bisa mendapatkan masa depan yang gemilang, bahkan bisa mendirikan kantor sendiri. Kalau
dipikir-pikir, kerja kantoran (swasta) kalau di-PHK juga susah. Semua profesi
punya resiko masing-masing.
Bersabar pada cerita diatas adalah kita harus menerima kenyataan
yang ada dan tidak boleh putus asa, kita senantiasa harus berusaha dan berdoa
sampai suatu saat Tuhan akan mengabulkan doa-doa kita. Renungkan!
No comments:
Post a Comment